Rabu, 25 Mei 2016

SUBYEK DAN OBYEK HUKUM


  I.            SUBYEK HUKUM

Istilah subyek hukum merupakan terjemahan dari bahasa Belanda rechtssubyec. Kata subyect dalam bahasa Belanda dan Inggris berasal dari bahasa Latin subyectus yang artinya dibawah kekuasaan orang lain (subordinasi).
Dalam bahasa Inggris, dikenal istilah person untuk menyebut sesuatu yang mempunyai hak. Menurut Pathon, istilah person berasal dari bahas Latin persona yang ekuivalen dengan bahasa Yunani prosopan. Baik persona dan prosopan pada awalnya merujuk pada topeng yang dikenakan oleh pemain untuk menggambarkan suatu dewa atau pahlawan dalam suatu drama. Barulah pada abad VI Boethius mendefinisikan persona diartikan sebagai sosok makhluk yang rasional.
Pada perkembangannya, person diartikan sesuatu yang dapat mempunyai hak dan kewajiban. Sebenarnya lebih tepat istilah person dalam bahasa Inggris diadaptasi dalam bahasa Indonesia. Akan tetapi, istilah subyek hukum atau dalam bahasa Belanda rechtssubyec sudah menjadi istilah yang baku dalam studi hukum Indonesia dan Belanda, kiranya istilah tersebut dapat dipertahankan.
subyek hukum atau person dalam bahasa Inggris merupakan suatu bentukan hukum artinya keberadaannya diciptakan oleh hukum. Salmon mengatakan atau mengemukakan bahwa baik manusia atau bukan manusia mempunyai kapasitas sebagai subyek hukum. Pada masa sekarang manusia merupakan subjek hukum, manusia merupakan subjek hukum selama ia masih hidup, yaitu sejak dia dilahirkan sampai meninggal dunia.
Bahkan dalam sistem civil law dikenal ungkapan (maxim) “nasciturus pro iam nato habetur” yang artinya anak yang belum dilahirkan yang masih dalam kandungan dianggap telah dilahirkan apabila kepentingannya memerlukan. Maxim demikian tertuang di dalam Pasal 2 BW yang menetapkan bahwa “ Anak dalam kandungan seorang wanita dianggap telah lahir, setiap kali kepentingannya menghendakinya. Bila telah meninggal waktu dilahirkan, dia dianggap tida pernah ada”. Pada saat ini, terdapat persamaan nilai yang fundamelntal bagi semua orang sehingga tidak boleh adanya perlakuan yang berbeda atas jenis kelamin, ras, kepercayaan, dan status sosial.
Pada dasarnya yang menjadi subyek hukum adalah manusia/orang atau person. Dalam pengertian manusia atau person sebagai subyek hukum ada dua pengertian :
a. Natuurlijk person adalah menspersoon, yang disebut orang atau manusia pribadi dan
b. Rechtsperson adalah yang berbentuk badan hukum yang dapat dibagi dalam :
1.      Publik rechts-person, yang sifatnya ada unsur kepentingan umum seperti Negara, Daerah Tk. I, Tk. II, desa, dll.
2.      Privaat rechtsperson atau badan hukum privat, yang mempunyai sifat atau adanya unsur kepentingan individual.

                   II.            MANUSIA SEBAGAI SUBYEK HUKUM

Setiap manusia mempunyai wewenang hukum, akan tetapi ia belum tentu cakap hukum. Seseorang bisa dikatakan cakap hukum, apabila ia telah dianggap cukup cakap untuk mempertanggung jawabkan sendiri atas segala tindakan-tindakannya. Contohnya,seorang yang sudah dewasa normal berarti “cakap hukum”. Seseorang yang sudah dewasa apabila ia gila, di letakkan di bawah pengampuan, anak-anak “tidak cakap hukum”. Di antara subyek hukum tidak hanya manusia yang menjadi subyek hukum melainkan terdapat subyek hukum selain manusia yaitu “Badan Hukum”.

                   III.            BADAN HUKUM SEBAGAI SUBYEK HUKUM

Adapun yang di maksud dengan badan hukum (rechtspeersoon) adalah suatu perkumpulan orang-orang yang dapat menanggung hak dan kewajiban yang telah memenuhi syarat-syarat yang telah di tentukan oleh hukum. Di antara syarat-syarat badan hukum yang telah di tentukan oleh hukum yaitu :
1. Memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan anggota-anggotanya
2. Hak dan kewajiban badan hukum terlepas dari hak dan kewajiban para anggota-anggotanya.

Dasar-dasar hukum sebagai badan hukum meliputi :
1. Perseroan terbatas(PT) di atur dalam bab III bagian ketiga buku I KUHD (WvK)
2. Koperasi, di atur dalam undang-undang No. 25 Tahun 1992
3. Yayasan, pengaturannya sesuai kebiasaan yang di buat aktenya di notaris.
4. Perbankan, diatur dalam Undang-undang No. 7 Tahun 1992
5. Bank Pemerintah, sesuai dengan Undang-undang yang mengatur pendiriannya
6. Organisasi Partai Politik dan Golongan Karya diatur dengan Undang-undang No. 3
    Tahun 1975 (telah diubah No. 3 Tahun 1985)
7. Pemerintah Daerah Tingkat I,II dan Kecamatan diatur dengan Undang-undang No. 5
    tahun 1974
8. Negara Indonesia diatur dengan konstitusi Undang-Undang Dasar 1945.

                   IV.            PENGERTIAN BADAN HUKUM

“Orang” (person) dalam dunia hukum adalah subyek hukum  atau pendukung hak dan kewajiban. Setiap manusia adalah pembawa hak (subyek hukum) dan mampu melakukan perbuatan hukum atau mengadakan hubungan hukum yang harus diikuti dengan adanya kecakapan hukum (rechsbekwaamheid) dan kewenangan hukum (rechtsbevoedgheid).Dua macam Subyek Hukum dalam pengertian hukum adalah :
1.      Natuurlijke Persoon (natural person) yaitu manusia pribadi (Pasal 1329KUHPerdata).
2.  Rechtspersoon (legal entitle) yaitu badan usaha yang berbadan hukum (Pasal1654 KUHPerdata).

Berdasarkan materinya Badan Hukum dibagi atas :
1.      Badan Hukum Publik (publiekrecht)
badan hukum yang mengatur hubungan antara negara dan atau aparatnya dengan warga negara yangmenyangkut kepentingan umum/publik, seperti hukum pidana, hukum tatanegara, hukum tata usaha negara, hukum international dan lain sebagainya.Contoh : Negara, Pemerintah Daerah, Bank Indonesia.
2.      Badan Hukum Privat (privaatrecht)
perkumpulan orang yangmengadakan kerja sama (membentuk badan usaha) dan merupakan satukesatuan yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh hukum. Badan Hukum Privat yang bertujuan Provit Oriented (contoh : Perseroan Terbatas) atauNon Material (contoh : Yayasan).Di Indonesia bentuk-bentuk badan usaha (Business organization) beranekaragam dan sebagian besar merupakan peninggalan pemerintah Belanda.

                   V.            BENTUK USAHA BUKAN BADAN HUKUM

           Berdasarkan status pemiliknya, badan usaha dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1.      Perusahaan Swasta adalah perusahaan yang didirikan dan dimilik oleh pihak swasta (Nasional dan Asing).
2.      Perusahaan Negara adalah perusahaan yang didirikan dan dimiliki oleh Negara dan biasa disebut dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Berdasarkan bentuk hukumnya, badan usaha dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
1.      Badan Usaha yang Bukan Berbadan Hukum adalah perusahaan yang  bukan merupakan badan hukum. Contoh : Perusahaan Perorangan dan Perusahaan Persekutuan (Maatschap, Firma, CV).
2.      Badan Usaha yang Berbadan Hukum adalah perusahaan yang berbadan hukum. Misalnya Perseroan Terbatas, Koperasi, BUMN (Perum dan Persero)dan badan-badan usaha lain yang dinyatakan sebagai badan hukum sertamemenuhi kriteria badan hukum.
Berdasarkan jumlah kepemilikannya, badan usaha dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Perusahaan Perorangan atau Usaha Kepemilikan Tunggal Adalah badan usaha yang didirikan dan dimiliki oleh pengusaha perseorangan dan bukan termasuk badan hukum. Badan usaha ini paling mudah diorganisir dan dijalankan karena wewenang pengelolaannya (manajemen) dipegang olehsatu orang (pemilik tunggal) sehingga keputusan dapat dibuat dengan cepat. Pendirian badan usaha ini tidak memerlukan izin dan tata cara tententu serta bebas membuat bisnis personal/pribadi tanpa adanya batasan untuk mendirikannya. Tanggung jawab perusahaan terhadap hutang (liabilitas) meliputi seluruh harta kekayaan pribadi pemiliknya. Penutupan perusahaan terjadi bila pemilik memutuskan menutup usaha tersebut, bangkrut atau karena kematian pemiliknya. Pada umumnya perusahaan perseorangan bermodal kecil, jenis serta jumlah produksinya terbatas, memiliki tenaga kerja/buruh yang sedikit dan masih menggunakan alat produksi teknologi yang sederhana. Contoh : toko kelontong,tukang bakso keliling, pedagang asongan, dan lain sebagainya.
2.   Perusahaan Persekutuan (Partnership) atau Usaha Kemitraan merupakan kombinasi terorganisir dari dua orang atau lebih untuk menjalankan suatu usaha sebagai mitra pemilik atau mitra pengelola dan dimiliki oleh dua orang atau lebih yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bisnis. Pendirian badan usaha ini membutuhkan izin khusus dari instansi pemerintah yang terkait. Yang termasuk dalam badan usaha persekutuan adalah :
a. Bentuk Perusahaan yang diatur dalam KUHPerdata, yaitu Persekutuan Perdata (Maatschap).
b.Bentuk Perusahaan yang diatur dalam KUHDagang, yaitu Persekutuan Firma(Fa) dan Persekutuan Komanditer (CV)
c.Bentuk Perusahaan yang diatur dalam perundang-undangan khusus, yaitu Perseroan Terbatas (PT), Koperasi dan Perusahaan Negara (BUMN).
  •   PERSEKUTUAN PERDATA Diatur dalam Pasal 1618 s.d. 1652 KUHPerdata, Buku III, Bab VIII tentang Perserikatan Perdata (Burgerlijk Maatschap).
a.      Pengertian Persekutuan Perdata Persekutuan
suatu perjanjian dimana dua orang atau lebih mengikatkandiri untuk memasukkan sesuatu ke dalam persekutuan dengan maksud untuk membagi keuntungan (Pasal 1618 KUHPerdata).Unsur-unsur dalam Persekutuan Perdata meliputi :
1.      Adanya pemasukan sesuatu ke dalam perserikatan (inbreng).
2.   Inbreng dapat berupa uang, barang (materiil/immaterial), atau tenaga (Pasal1619 KUHPerdata).
3. Adanya pembagian keuntungan atau kemanfaatan diperoleh dari pemasukantersebut.Persekutuan Perdata yang bertindak keluar terhadap pihak ketiga denganterang-terangan dan terus menerus untuk mendapatkan laba berubah menjadiPersekutuan Perdata atau Perserikatan Perdata Jenis Khusus (Pasal 1623KUHPerdata).

Diatur dalam perjanjian pendirian Persekutuan Perdata, dengan ketentuan tidak   boleh memberikan keuntungan hanya pada satu orang, tapi bolehmembebankan kerugian pada satu sekutu (Pasal 1635 KUHPerdata). Apabila dalam perjanjian tidak diatur mengenai pembagian keuntungan, maka berpedoman pada Pasal 1633 KUHPerdata. Pembagian keuntungan berdasarkan pada asas keseimbangan pemasukan,artinya :
1.   Pembagian dilakukan menurut harga nilai dari pemasukan masing-masingsekutu kepada persekutuan.
2.   Sekutu yang hanya memasukkan kerajinan saja pembagiannya sama dengansekutu yang nilai barang pemasukkannya terendah, kecuali ditentukan lain.
3.    Sekutu yang hanya memasukkan tenaga kerja mendapat bagian keuntungansama rata, atau disamakan dengan sekutu yang memasukkan uang atau bendaterkecil, kecuali ditentukan lain (Pasal 1633 ayat (2) KUHPerdata)
b.      Pendirian Persekutuan Perdata
Persekutuan Perdata didirikan berdasarkan perjanjian diantara para pihak (asaskonsensualisme) dan tidak memerlukan pengesahan Pemerintah.
c.       Pertanggung Jawaban Sekutu
Perbuatan hukum seorang sekutu yang dilakukan dengan pihak ketiga hanyamengikat sekutu yang bersangkutan dan tidak mengikat sekutu-sekutu yang lain(Pasal 1644 KUHPerdata), kecuali bila :
1.      Sekutu-sekutu yang lain telah memberikan kuasa untuk itu.
2.      Perbuatan sekutu tersebut secara nyata memberikan manfaat bagi persekutuan.
d.      Status Hukum Persekutuan Perdata
Berdasarkan Pasal 1644 KUHPerdata maka Persekutuan Perdata bukan termasuk badan hukum, karena pada suatu badan hukum, perbuatan seorang sekutu atas nama persekutuan akan mengikat persekutuan tersebut terhadap pihak ketiga. Terbentuknya Persekutuan Perdata tidak memerlukan pengesahanPemerintah sebagai syarat formil suatu badan hukum.
e.     Berakhirnya Persekutuan Perdata
Berdasarkan Pasal 1646 KUHPerdata, Persekutuan Perdata dapat berakhir akibat :
1.      Lewatnya waktu dimana persekutuan diadakan.
2.      Musnahnya barang atau selesainya perbuatan yang menjadi pokokpersekutuan.
3.      Atas kehendak semata-mata dari beberapa sekutu.
  • PERSEKUTUAN FIRMA (Fa) Persekutuan Firma diatur dalam Pasal 16 s.d. Pasal 35 KUHDagang.
a.      Pengertian Firma
Firma berasal dari bahasa Belanda “venootschap onder firma” yang berarti sebuah perserikatan dagang antara beberapa perusahaan. Firma adalah suatu Persekutuan Perdata yang menyelenggarakan perusahaan atas nama bersama dan tiap-tiap sekutu yang tidak dikecualikan satu dengan lain hal dapatmengikatkan Firma dengan pihak ketiga dan mereka masing-masing bertanggung jawab atas seluruh hutang Firma secara tanggung-menanggung(Pasal 16 s.d. Pasal 18 KUHDagang). Dasar Hukum Persekutuan Firma adalah suatu “Maatschap” dan sebagai Maatschap khusus,  Persekutuan Firma mempunyai unsur-unsur khusus, yaitu :
1. Selalu menyelenggarakan perusahaan (Pasal 16 KUHDagang).Misal : membuat Pembukuan, Pendaftaran Perusahaan, dll.
2.     Mempunyai nama bersama (Pasal 16 KUHDagang).Kata Firma berarti nama bersama, yaitu nama sekutu yang dipakai menjadinama perusahaan. Misal : salah satu sekutu bernama Budiman, maka namaperusahaannya menjadi “Fa. Budiman Bersaudara”
3.      Pertanggungjawabannya tanggung-menanggung atau bersifat pribadi untukkeseluruhan (Hoofdellijk voor het geheel) dan pada asasnya tiap-tiap sekutudapat mengikatkan Firma dengan pihak ketiga (Pasal 18 KUHDagang).
b.      Pendirian Firma
Persekutuan Firma terbentuk sejak adanya kata sepakat secara lisan atau tertulis antara para sekutu (pendiri), baik dengan akta otentik maupun akta dibawah tangan (Pasal 16 KUHDagang jo. Pasal 1618 KUHPerdata). Bentuk perjanjian mendirikan Persekutuan Firma adalah perjanjian konsensuil. Tata cara(prosedur) pendirian Firma menurut KUHDagang adalah :
1.  Pembentukan FirmaAkta pendirian Firma yang dibuat di hadapan Notaris, tidak menjadi syarat mutlak terbentuknya Persekutuan Firma tetapi hanya sebagai alat bukti utama terhadap pihak ketiga mengenai keberadaan Firma tersebut (Pasal 22KUHDagang). Ketentuan bahwa ketiadaan akta tidak boleh dikemukakan untuk merugikan pihak ketiga dimaksudkan bahwa tidak adanya akta otentik tidak boleh digunakan sebagai dalih bagi pihak ketiga bahwa Firma itu tidak ada, sehingga dapat merugikan pihak ketiga. Sebaliknya pihak ketiga dapat membuktikan adanya Persekutuan Firma dengan alat bukti lainnya, seperti surat-surat, saksi, dll

2.   Persekutuan Firma harus mendaftarkan akta pendiriannya atau hanya petikannya saja ke kepaniteraan Pengadilan Negeri di mana Persekutuan Firma tersebut didirikan (Pasal 23 dan Pasal 24 KUHDagang). Petikan Akta Pendirian Persekutuan Firma harus memuat:
a)      Nama, nama depan, pekerjaan dan tempat tinggal para sekutu firma.
b)    Menyebutkan keterangan apakah persekutuan itu umum atau hanya terbatas pada suatu cabang perusahaan khusus.
c)     Penunjukan sekutu-sekutu yang dikecualikan dari hak menandatangani untuk firma.
d)     Saat mulai berlakunya dan akan berakhirnya persekutuan.
e)      Bagian-bagian dari persetujuan persekutuan guna menentukan hak-hak pihakketiga terhadap persekutuan.Tujuan mendaftarkan Akta Pendirian Persekutuan Firma adalah bahwa pihakketiga tidak perlu mengetahui tentang besarnya modal Persekutuan maupunpersoalan yang terjadi di antara para sekutu yang sifatnya pribadi dan tidak adahubungannya dengan pihak ketiga.

3.      Pengumuman Firma Akta pendirian Firma harus diumumkan dalam Berita Negara RI (Pasal 28KUHDagang). Sesuai Pasal 29 KUHDagang, Persekutuan Firma yang belum melakukan pendaftaran dan pengumuman, maka Persekutuan Firma tersebut harus dianggap sebagai :
a.  Persekutuan Umum yang menangani segala urusan perniagaan.
b.  Didirikan untuk waktu tidak terbatas.
c. Seolah-olah tidak ada seorang sekutu pun yang dikecualikan dari hakbertindak perbuatan hukum dan hak menandatangani atas nama firma.Apabila sekutu melanggar ketentuan-ketentuan dalam Anggaran Dasar sebelumFirma didaftarkan dan diumumkan, maka pihak ketiga dapat menuntut kepadaPersekutuan Firma, dengan cara memperhitungkan pelanggaran yang harusdipertanggungjawabkan secara pribadi oleh sekutu yang melakukan pelanggarantersebut.

c.  Pertanggung Jawaban Sekutu Firma Dalam hal pengurus Persekutuan (Pasal 17 KUHDagang), apabila tidak dibuat peraturan-peraturan khusus mengenai cara-caranya mengurus, maka :
1) Para sekutu dianggap secara timbal-balik telah memberi kuasa supaya yang  
    satu melakukan pengurusan bagi yang lain.
2) Para sekutu boleh menggunakan barang-barang kekayaan Persekutuan asalkan
    sesuai dengan tujuan dan kepentingan Persekutuan.
3) Para sekutu wajib turut memikul biaya yang diperlukan untuk
    Pemeliharaan barang-barang Persekutuan.

            VI.            OBYEK HUKUM

ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI

A.    Pengertian Obyek Hukum
Menurut pasal 499 KUH Perdata obyek hukum adalah benda. Benda sendiri adalah segala sesuatu yang berguna bagi subyek hukum atau segala sesuatu yang  menjadi  pokok permasalahan dan kepentingan bagi para subyek hukum atau segala sesuatu yang dapat menjadi obyek hak milik. Obyek hukum juga dapat dikatakan sebagai segala sesuatu yang berada dalam pengaturan hukum dan dapat dimanfaatkan oleh subjek hukum (manusia dan badan hukum) berdasarkan hak dan kewajiban objek hukum yang bersangkutan.

B.     Contoh Obyek Hukum                 

       Perusahaan Sugar meminjamkan uang kepada perusahaan Love. Yang menjadi objek hukum     dalam  hubungan antara perusahaan Sugar dan perusahaan Love ialah pinjaman uang tersebut serta kekuasaan atau hak perusahaan Sugar untuk bisa menagih uang itu kembali dari perusahaan Love, sesuai perjanjian antara dua perusahaan tersebut. Pinjaman uang tersebut menjadi objek hukum dari hak kepunyaan perusahaan Sugar.

C.   Macam-Macam Obyek Hukum
Menurut pasal 503-504 KUH Perdata juga disebutkan bahwa benda dapat dibagi menjadi 2, yakni benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen), dan benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderan).
1)      Benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen)
Benda yang bersifat kebendaan adalah suatu benda yang sifatnya dapat dilihat, diraba, dirasakan dengan panca indera manusia, terdiri dari benda berwujud dan dapat dirasakan, meliputi :
a)      Berupa benda yang dapat dihabiskan dan benda yang tidak dapat dihabiskan.
                        Dibedakan menjadi sebagai berikut :

                        * Benda bergerak karena sifatnya, menurut pasal 509 KUH Perdata adalah benda yang                              dapat dipindahkan
Contoh: meja, kursi, dan yang dapat berpindah sendiri.
*  Benda bergerak karena ketentuan undang-undang, menurut pasal 511 KUH Perdata adalah hak-hak atas bedan bergerak.
Contoh : saham, obligasi, cek, dan tagihan-tagihan.

b)      Benda tidak bergerak adalah adalah penyerahan benda tetapi dahulu dilakukan dengan penyerahan secara yuridis. Benda tidak bergerak dapat dibedakan menjadi sebagai berikut:
   *Benda tidak bergerak karena sifatnya, yakni tanah dan segala sesuatu yang melekat diatasnya.
Contoh : pohon, tumbuh-tumbuhan, area, dan patung.
      *Benda tidak bergerak karena tujuannya yakni mesin alat-alat yang dipakai dalam pabrik. Mesin senebar benda bergerak, tetapi yang oleh pemakainya dihubungkan atau dikaitkan pada bergerak yang merupakan benda pokok. Contoh : tanah.
    *Benda tidak bergerak karena ketentuan undang-undang, ini berwujud hak-hak atas benda-benda yang tidak bergerak.
Contoh : hak memungut hasil atas benda yang tidak dapat bergerak, hak pakai atas benda tidak bergerak dan hipotik.

Dengan demikian, membedakan benda bergerak dan tidak bergerak ini penting, artinya karena berhubungan dengan 4 hal yakni :
1.      Pemilikan (Bezit)
Pemilikan (Bezit) yakni dalam hal benda bergerak berlaku azas yang tercantum dalam pasal 1977 KUH Perdata, yaitu berzitter dari barang bergerak adalah pemilik (eigenaar) dari barang tersebut. Sedangkan untuk barang tidak bergerak tidak demikian halnya.
2.      Penyerahan (Levering)
Penyerahan (Levering) yakni terhadap benda bergerak dapat dilakukan penyerahan secara nyata (hand by hand) atau dari tangan ke tangan, sedangkan untuk benda tidak bergerak dilakukan balik nama.
3.      Daluwarsa (Verjaring)
Daluwarsa (Verjaring) yakni untuk benda-benda bergerak tidak mengenal daluwarsa, sebab bezit di sini sama dengan pemilikan (eigendom) atas benda bergerak tersebut sedangkan untuk benda-benda tidak bergerak mengenal adanya daluwarsa.
4.      Pembebanan (Bezwaring)
Pembebanan (Bezwaring) yakni tehadap benda bergerak dilakukan pand (gadai, fidusia) sedangkan untuk benda tidak bergerak dengan hipotik adalah hak tanggungan untuk tanah serta benda-benda selain tanah digunakan fidusia.
 2)      Benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderen)
           Benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriegoderen) adalah suatu benda yang dirasakan  oleh panca indera saja (tidak dapat dilihat) dan kemudian dapat direalisasikan menjadi suatu kenyataan, Contoh : merk perusahaan, paten, dan ciptaan musik / lagu 
 
* Benda bergerak
* Benda tetap
Berdasarkan Pasal 504 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”), benda dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu benda bergerak dan benda tidak bergerak. Mengenai benda tidak bergerak, diatur dalam Pasal 506 – Pasal 508 KUHPer. Sedangkan untuk benda bergerak, diatur dalam Pasal 509 – Pasal 518 KUHPer.
      Prof. Subekti, S.H. dalam bukunya yang berjudul Pokok-Pokok Hukum Perdata (hal. 61-62), suatu benda dapat tergolong dalam golongan benda yang tidak bergerak (“onroerend”) pertama karena sifatnya, kedua karena tujuan pemakaiannya, dan ketiga karena memang demikian ditentukan oleh undang-undang. Lebih lanjut, Subekti menjelaskan bahwa adapun benda yang tidak bergerak karena sifatnya ialah tanah, termasuk segala sesuatu yang secara langsung atau tidak langsung, karena perbuatan alam atau perbuatan manusia, digabungkan secara erat menjadi satu dengan tanah itu. Jadi, misalnya sebidang pekarangan, beserta dengan apa yang terdapat di dalam tanah itu dan segala apa yang dibangun di situ secara tetap (rumah) dan yang ditanam di situ (pohon), terhitung buah-buahan di pohon yang belum diambil. Tidak bergerak karena tujuan pemakaiannya, ialah segala apa yang meskipun tidak secara sungguh-sungguh digabungkan dengan tanah atau bangunan, dimaksudkan untuk mengikuti tanah atau bangunan itu untuk waktu yang agak lama, yaitu misalnya mesin-mesin dalam suatu pabrik. Selanjutnya, ialah tidak bergerak karena memang demikian ditentukan oleh undang-undang, segala hak atau penagihan yang mengenai suatu benda yang tidak bergerak.
      Pada sisi lain masih menurut Subekti, suatu benda dihitung termasuk golongan benda yang bergerak karena sifatnya atau karena ditentukan oleh undang-undang. Suatu benda yang bergerak karena sifatnya ialah benda yang tidak tergabung dengan tanah atau dimaksudkan untuk mengikuti tanah atau bangunan, jadi misalnya barang perabot rumah tangga. Tergolong benda yang bergerak karena penetapan undang-undang ialah misalnya vruchtgebruik dari suatu benda yang bergerak, lijfrenten, surat-surat sero dari suatu perseroan perdagangan, surat-surat obligasi negara, dan sebagainya.
        Menurut Ny. Frieda Husni Hasbullah, S.H., M.H., dalam bukunya yang berjudul Hukum Kebendaan Perdata: Hak-Hak Yang Memberi Kenikmatan (hal. 43-44), mengatakan bahwa untuk kebendaan tidak bergerak dapat dibagi dalam tiga golongan:
                                         i.          Benda tidak bergerak karena sifatnya 
                        (Pasal 506 KUHPer) misalnya tanah dan segala sesuatu yang melekat atau didirikan di atasnya, atau pohon-pohon dan tanaman-tanaman yang akarnya menancap dalam tanah atau buah-buahan di pohon yang belum dipetik, demikian juga barang-barang tambang.

                                       ii.           Benda tidak bergerak karena peruntukannya atau tujuan pemakaiannya (Pasal 507 KUHPer) misalnya pabrik dan barang-barang yang dihasilkannya, penggilingan-penggilingan, dan sebagainya. Juga perumahan beserta benda-benda yang dilekatkan pada papan atau dinding seperti cermin, lukisan, perhiasan, dan lain-lain; kemudian yang berkaitan dengan kepemilikan tanah seperti rabuk, madu di pohon dan ikan dalam kolam, dan sebagainya; serta bahan bangunan yang berasal dari reruntuhan gedung yang akan dipakai lagi untuk membangun gedung tersebut, dan lain-lain.

                                        iii.            Benda tidak bergerak karena ketentuan undang-undang 
                           misalnya, hak pakai hasil, dan hak pakai atas kebendaan tidak bergerak, hak pengabdian tanah, hak numpang karang, hak usaha, dan lain-lain (Pasal 508 KUHPer). Di samping itu, menurut ketentuan Pasal 314 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, kapal-kapal berukuran berat kotor 20 m3 ke atas dapat dibukukan dalam suatu register kapal sehingga termasuk kategori benda-benda tidak bergerak.

Lebih lanjut, Frieda Husni Hasbullah (Ibid, hal. 44-45) menerangkan bahwa untuk kebendaan bergerak dapat dibagi dalam dua golongan:
* Benda bergerak karena sifatnya yaitu benda-benda yang dapat berpindah atau dapat dipindahkan misalnya ayam, kambing, buku, pensil, meja, kursi, dan lain-lain (Pasal 509 KUHPer). Termasuk juga sebagai benda bergerak ialah kapal-kapal, perahu-perahu, gilingan-gilingan dan tempat-tempat pemandian yang dipasang di perahu dan sebagainya (Pasal 510 KUHPer).

* Benda bergerak karena ketentuan undang-undang (Pasal 511 KUHPer) misalnya:
a)      Hak pakai hasil dan hak pakai atas benda-benda bergerak;
b)      Hak atas bunga-bunga yang diperjanjikan;
c)      Penagihan-penagihan atau piutang-piutang;
d)     Saham-saham atau andil-andil dalam persekutuan dagang, dan lain-lain.

Apa gunanya pembedaan benda bergerak dan tidak bergerak?

Manfaat pembedaan benda bergerak dan benda bergerak akan terlihat dalam hal cara penyerahan benda tersebut, cara meletakkan jaminan di atas benda tersebut, dan beberapa hal lainnya.
Menurut Frieda Husni Hasbullah (Ibid, hal. 45-48), sebagaimana kami sarikan, pentingnya pembedaan tersebut berkaitan dengan empat hal yaitu penguasaan, penyerahan, daluwarsa, dan pembebanan. Keempat hal yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1.      Kedudukan berkuasa (bezit)
Bezit atas benda bergerak berlaku sebagai titel yang sempurna (Pasal 1977 KUHPer). Tidak demikian halnya bagi mereka yang menguasai benda tidak bergerak, karena seseorang yang menguasai benda tidak bergerak belum tentu adalah pemilik benda tersebut.
2.      Penyerahan (levering)
Menurut Pasal 612 KUHPer, penyerahan benda bergerak dapat dilakukan dengan penyerahan nyata (feitelijke levering). Dengan sendirinya penyerahan nyata tersebut adalah sekaligus penyerahan yuridis (juridische levering). Sedangkan menurut Pasal 616 KUHPer, penyerahan benda tidak bergerak dilakukan melalui pengumuman akta yang bersangkutan dengan cara seperti ditentukan dalam Pasal 620 KUHPer antara lain membukukannya dalam register
Dengan berlakunya Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (“UUPA”), maka pendaftaran hak atas tanah dan peralihan haknya menurut ketentuan Pasal 19 UUPA dan peraturan pelaksananya.
3.      Pembebanan (bezwaring)
Pembebanan terhadap benda bergerak berdasarkan Pasal 1150 KUHPer harus dilakukan dengan gadai, sedangkan pembebanan terhadap benda tidak bergerak menurut Pasal 1162 KUHPer harus dilakukan dengan hipotik.
Sejak berlakunya Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, maka atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah hanya dapat dibebankan dengan Hak Tanggungan. Sedangkan untuk benda-benda bergerak juga dapat dijaminkan dengan lembaga fidusia menurut Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
4.      Daluwarsa (verjaring)
Terhadap benda bergerak, tidak dikenal daluwarsa sebab menurut Pasal 1977 ayat (1) KUHPer, bezit atas benda bergerak adalah sama dengan eigendom; karena itu sejak seseorang menguasai suatu benda bergerak, pada saat itu atau detik itu juga ia dianggap sebagai pemiliknya.       
Terhadap benda tidak bergerak dikenal daluwarsa karena menurut Pasal 610 KUHPer, hak milik atas sesuatu kebendaan diperoleh karena daluwarsa
            VIII.            GADAI MENURUT HUKUM PERDATA

Definisi dan Dasar Gadai
Pemberian jaminan barang bergerak menurut hukum di Indonesia dapat dilakukan dalam bentuk “pand”  menurut BW, “boreg” atau “gadai” menurut hukum adat. “Boreg” menurut hukum adat ditujukan kepada pemberian jaminan yang barangnya diserahkan dalam kekuasaan si pemberi kredit.
Hak gadai menurut KUHPerdata diatur dalam Buku II Bab XX Pasal 1150 - 1161.
Pihak yang menggadaikan dinamakan “pemberi gadai” dan yang menerima gadai, dinamakan “penerima atau pemegang gadai”. Kadang-kadang dalam gadai terlibat tiga pihak, yaitu debitur (pihak yang berhutang), pemberi gadai, yaitu pihak yang menyerahkan benda gadai dan pemegang gadai yaitu kreditur yang menguasai benda gadai sebagai jaminan piutangnya. KUHPerdata merumuskan gadai sebagai berikut:
“Gadai adalah suatu hak yang  diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang  diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh seorang lain atas namanya dan yang  memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang-orang berpiutang lainnya; dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang  telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan”.
Menurut Mariam DarusBadruzaman rumusan gadai di atas belum dapat disimpulkan tentang sifat umum dari gadai. Untuk menemukan sifat-sifat umum gadai, sifat tadi harus dicari lagi di dalam ketentuan-ketentuan lain.

Syarat dan Rukun Gadai
Dalam hubungannya dengan syarat-syarat gadai, ada baiknya bila lebih dahulu dijelaskan tentang syarat-syarat sahnya perjanjian secara umum yang terdapat dalam pasal 1320 KUH Perdata. Dalam pasal tersebut ditegaskan:
Untuk syarat syahnya persetujuan diperlukan empat syarat:
a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
b. Kecakapan untuk membuat suatu pendekatan;
c. Suatu hal tertentu;
d. Suatu sebab yang halal.
Syarat pertama dan kedua dari pasal tersebut merupakan syarat subyektif, dimana apabila syarat itu tidak dipenuhi, perjanjian batal demi hukum, artinya sejak semula perjanjian itu batal. Sedangkan syarat ketiga dan keempat merupakan syarat obyektif, dimana jika syarat itu tidak dipenuhi, perjanjian vernitigebaar (dapat dibatalkan), artinya perjanjian (overeenkomst), baru dapat dibatalkan jika ada perbuatan hukum (reghthandeling) dari pihak yang mengadakan perjanjian untuk membatalkannya.
Dalam konteksnya dengan gadai (pand), maka hak gadai itu pun diadakan dengan harus memenuhi syarat-syarat tertentu yang berbeda-beda menurut jenis barangnya. Kalau yang digadaikan itu adalah benda bergerak yang berwujud dan surat piutang yang aantoonder(kepada si pembawa) maka syarat-syaratnya:
1.      Harus ada perjanjian untuk memberi hak gadai ini (pandoverenkomst) perjanjian ini bentuknya dalam KUHPerdata tidak disyaratkan apa-apa, oleh karenanya bentuk perjanjian pand itu dapat bebas tak terikat oleh suatu bentuk yang tertentu. Artinya perjanjian bisa diadakan secara tertulis ataupun secara lisan saja. Dan yang secara tertulis itu bisa diadakan dengan akte notaris (jadi merupakan akte autentik), bisa juga diadakan dengan akte dibawah tangan saja.
2.      Syarat yang kedua, barangnya yang digadaikan itu harus dilepaskan/berada di luar kekuasaan dari si pemberi gadai (inbezitstelling). Dengan perkataan lain barangnya itu harus berada dalam kekuasaan si pemegang gadai. Bahkan ada ketentuan dalam KUHPerdata bahwa gadai itu tidak sah jika bendanya dibiarkan tetap berada dalam kekuasaan si pemberi gadai.

Syarat yang kedua inilah yang dalam praktek sering menimbulkan kesulitan untuk ditepati. Yaitu jika kebetulan barang yang digadaikan itu justru barang yang sangat dibutuhkan oleh si pemberi gadai, misalnya untuk mencari nafkah. Maka akan sangat sulit bagi si pemberi gadai jika barang yang penting untuk mencari nafkah itu justru harus berada di luar kekuasaannya.

Hak dan Kewajiban Gadai
Selama gadai itu berlangsung si pemegang gadai mempunyai beberapa hak:
1.      Si pemegang gadai dalam hal si pemberi gadai (debitur) melakukan wanprestasi, yaitu tidak memenuhi kewajibannya, maka setelah jangka waktu yang  telah ditentukan itu lampau, si pemegang gadai berhak untuk menjual benda yang  digadaikan itu atas kekuasaan sendiri (eigenmachtigeverkoop) kemudian dari hasil penjualan itu diambil sebagian untuk melunasi hutang debitur dan sisanya dikembalikan kepada debitur. Penjualan barang itu harus dilakukan dimuka umum, menurut kebiasaan-kebiasaan setempat dan berdasarkan atas syarat-syarat yang lazim berlaku.
2.      Si pemegang gadai berhak untuk mendapatkan pengembalian ongkos-ongkos yang telah dikeluarkan untuk keselamatan barangnya.
3.      Si pemegang gadai mempunyai hak untuk menahan barang itu (hak retentie); itu terjadi jika setelah adanya perjanjian gadai itu kemudian timbul perjanjian hutang yang  kedua antara para pihak dan hutang yang  kedua ini sudah dapat ditagih sebelum pembayaran hutang yang  pertama, maka dalam keadaan yang  demikian itu si pemegang gadai wenang untuk menahan benda itu sampai kedua macam hutang itu dilunasi.

Sebaliknya seorang pemegang gadai memikul kewajiban-kewajiban yang berikut:
1.      Bertanggungjawab untuk hilangnya atau merosotnya barang gadai, sekedar itu telah terjadi karena kelaliannya (Pasal 1157 ayat 1 KUHPerdata).
2.      Kewajiban untuk memberitahukan pemberi gadai, jika barang gadai dijual (Pasal 1156 ayat 2 KUHPerdata). Kewajiban memberitahukan itu selambat-lambatnya pada hari yang berikutnya apabila ada suatu perhubungan pos harian ataupun suatu perhubungan telegrap, atau jika tidak demikian halnya, dengan pos yang berangkat pertama (Pasal 1156 ayat 2 KUHPerdata). Pemberitahuan dengan telegrap atau dengan surat tercatat, berlaku sebagai pemberitahuan yang sah (Pasal 1156 ayat 3 KUHPerdata).
3.      Bertanggungjawab terhadap hasil penjualan barang gadai (Pasal 1159 ayat 1 KUHPerdata).[10]

Barang yang Dapat Digadaikan
Yang dapat digadaikan ialah semua benda bergerak:
1.      Benda bergerak yang berwujud.
2.      Benda bergerak yang tak berwujud, yaitu yang berupa pelbagai hak untuk mendapatkan pembayaran uang, yaitu yang berwujud surat-surat piutang aantoonder (kepada si pembawa), aan order (atas tunjuk), op naam (atas nama).

Timbul persoalan apakah mengenai piutang yang masih akan ada itu dapat digadaikan?
Menurut pendapat yang lazim sekarang gadai mengenai piutang yang masih akan ada itu dimungkinkan, asal hubungan hukum yang menimbulkan piutang sudah ada.
Pendapat yang sama dengan keterangan di atas dikemukakan oleh R. Subekti: yang dapat dijadikan obyek dari pandrecht, ialah segala benda yang bergerak yang bukan kepunyaannya orang yang menghutangkan sendiri. Sebaliknya tidaklah perlu benda itu harus kepunyaan orang yang berhutang, meskipun lazimnya orang yang berhutang itu juga yang memberikan tanggungan, tetapi itu tidak diharuskan.
Gadai dalam KUH Perdata merupakan hak kebendaan yang bersifat sebagai jaminan atas suatu hutang. Hak jaminan atas suatu hutang itu, disamping gadai yang obyeknya benda bergerak, juga dalam KUH Perdata ada hak kebendaan lainnya yang sama-sama sebagai jaminan atas suatu hutang yaitu hipotek. Karena itu antara gadai dan hipotek memiliki persamaan juga perbedaan.
Persamaannya hipotek dan gadai tersebut merupakan hak kebendaan maka juga mempunyai sifat-sifat dari hak kebendaan yaitu: selalu mengikuti bendanya (droit de suite) yang terjadi lebih dahulu didahulukan dalam pemenuhannya (droit de preferenceasas prioriteit) dapat dipindahkan dan lain-lain. Selain itu baik hipotek maupun gadai mempunyai kedudukan preferensi yaitu didahulukan dalam pemenuhannya melebihi kreditur-kreditur lainnya (pasal 1133 KUH Perdata).

Adapun perbedaannya antara pand dan hypotheek dapat diringkaskan sebagai berikut:
*  Pandrecht harus disertai dengan penyerahan kekuasaan atas barang yang dijadikan tanggungan, hypothec tidak.
*  Pandrechthapus, jika barang yang dijadikan tanggungan berpindah ketangan orang lain, tetapi hypothectetap terletak sebagai beban di atas benda yang dijadikan tanggungan meskipun benda ini dipindahkan kepada orang lain.
*  Perjanjian gadai dapat dibuat secara bebas, tak terikat pada bentuk tertentu, artinya dapat dibuat secara tertulis (dengan akte autentik atau akte di bawah tangan) atau secara lisan saja. Sedang perjanjian hypothecharus dibuat dengan akte autentik.
*  Pada gadai bendanya lazim hanya digadaikan satu kali, sedang pada hypothecbenda yang dipakai sebagai jaminan itu dapat di-hypothec-kan lebih dari satu kali (dapat menjadi tanggungan lebih dari satu hutang).
Mengenai wewenang untuk menjual bendanya atas kekuasaan sendiri, hak yang demikian pada gadai memang sudah diberikan oleh undang-undang, sedang pada hypothec hak yang demikian harus diperjanjikan lebih dahulu.
*  Pada hypothec disyaratkan bahwa orang yang meng-hypothec-kan itu harus mempunyai kekuasaan atas bendanya, sedangkan pada gadai cukup asal orang yang menggadaikan itu cakap bertindak.
*  Pada gadai untuk jaminan adalah barang-barang bergerak, sedang pada hypothecialah pada barang-barang tak bergerak.
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa obyek gadai dalam KUH Perdata hanya meliputi benda bergerak.
            IX.            HIPOTEK

Pengertian Hipotik
Hypotheca berasal dari bahasa latin, dan hypotheek dari bahasa Belanda, yang mempunyai arti “Pembebanan”. Satu kreditur yang mempunyai kedudukan istemewa adalah kreditur pemegang hipotik. Hipotik diatur dalam KUH Perdata buku II Bab XII pasal 1162 sampai dengan pasal 1232. Dengan berlakunya Undang-undang No 5 tahun 1960 tentang Peraturan dasar pokok agrarian (UUPA) yang dimulai berlaku sejak tanggal 24 September 1960 buku II KUH Perdata telah dicabut sepanjang mengenai bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, kecuali ketentuan-ketentuan mengenai hipotik.
Pengertian hipotik tercantum dalam Pasal 1162 KUH Perdata. Hipotik adalah: “Suatu hak kebendaan atas benda-benda tak bergerak, untuk mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan bagi suatu perikatan.”
Vollmar mengatakan hipotik adalah: “Sebuah hak kebendaan atas benda-benda tak bergerak tidak bermaksud untuk memberikan orang yang berhak (pemegang hipotik) sesuatu nikmat dari suatu benda, tetapi ia bermaksud memberikan jaminan belaka bagi pelunasan sebuah hutang dengan dilebihdahulukan” (Vollmar, 1989: 328).
Dalam buku Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan karangan Hartono Hadisoeprapto menjelaskan, bahwa hipotik adalah bentuk jaminan jaminan kredit yang timbul dari perjanjian, yaitu suatu bentuk jaminan yang adanya harus diperjanjikan terlebih dahulu.

 Subjek Hipotik
Ada dua pihak terkait dalam perjanjian pembebanan hipotik, yaitu pemberi hipotik (hypoteekgaver) dan penerima hipotik. Pemberi hipotik (hypotheekgever) adalah mereka yang sebagai jaminan memberikan suatu kebendaan/ zakelijke recht (hipotik), atas bendanya yang tidak bergerak, biasanya mereka mengadakan suatu utang yang terikat pada hipotik, tetapi hipotik atas beban pihak ketiga.

Penerima hipotik disebut disebut juga hypotheekbank, hypotheekhouder atau hypoteeknemer. Hypotheekhouder atau hypotheeknemer, yaitu pihak yang menerima hipotik, pihk yang meminjamkan uang di bawah ikatan hipotik. Biasanya yang menerima hipotik ini adalah lembaga perbankan dan atau lembaga keuangan nonbank. Hypotheekbank adalah lembaga kredit dengan jaminan tanah, bank yang khusus memberikan pinjaman uang untuk benda tidak bergerak, kapal laut, kapal terbang dan segi lain mengeluarkan surat-surat gadai.
Pasal 1168 KUH Perdata menentukan bahwa Hipotik hanya dapat diletakkan oleh orang yang berkuasa memindah tangankan benda yang dibebani. Jadi disyaratkan bahwa orangnya harus beschikkingsvevoegd. Dalam ketentuan tersebut di atas tidak ada ketentuan mengenai siapa yang dapat memberikan hipotik dan siapa yang dapat menerima/mempunyai hak Hipotik. Lain halnya dengan Credietverband di mana ditentukan siapa-siapa yang berhak menerima/menjadi kreditur dari Credietverband (pasal 38 S. 1908 j.o S. No.190).
Mengenai siapa-siapa yang dapat memberikan Hipotik (debitur – Hipotik) dari hak-hak atas tanah dapat dilihat di Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Dalam UUPA tersebut yang dapat dibebani Hipotik  hanya Hak Milik, Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan maka yang dapat menghipotikkan ialah hanya mereka yang berhak mempunyai hak-hak tersebut yaitu Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia.

Mengenai hal ini jelasnya diperinci sebagai berikut :
*  Yang dapat menghipotikkan Hak Milik mengenai tanah hanya Warga Negara Indonesia dan Badan-badan Hukum tertentu yang ditunjuk Pemerintah.
*  Yang dapat menghipotikkan Hak Guna Usaha hanya Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia.
*  Yang dapat menghipotikkan Hak Guna Bangunan hanya Warga Negara Indonesia dan badan Hukum Indonesia.

Demikian juga halnya pada Credietverband karena Credietverband juga hanya dapat dibebankan pada Hak Milik, Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan maka yang dapat memberikan Credietverband juga hanya mereka yang berhak mempunyai hak-hak tersebut, yaitu Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia.

Objek Hipotik
1.      Benda-benda tak bergerak yang dapat dipindahtangankan beserta segala perlengkapannya.
2.      Hak pakai hasil atas benda-benda tersebut beserta segala perlengkapannya.
3.      Hak numpang karang dan hak usaha.
4.      Bunga tanah, baik yang dibayar dengan uang maupun yang harus dibayar dengan hasil tanah.
5.      Bunga seperti semula.
6.      Pasar-pasar yang diakui oleh pemerintah, beserta hak-hak asli merupakan yang melekat padanya.

Yang termasuk benda-benda tak bergerak adalah hak atas tanah, kapal laut, dan pesawat terbang. Hak atas tanah terdiri dari Hak Milik, Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan. Sejak berlakunya Undang-Undang No. 4/1996 tentang Hak Tanggungan, maka hipotek atas tanah menjadi tak berlaku lagi, tetapi yang dipergunakan dalam pembebanan hak atas tanah tersebut adalah hak tanggungan. Sedangkan benda tidak bergerak, seperti kapal laut tetap berlaku ketentuan-ketentuan tentang hipotik sebagaimana yang diatur dalam Buku II KUH Perdata. Ukuran kapal lautnya 20 m3, sedangkan dibawah itu berlaku ketentuan tentang jaminan fidusia.
Benda-benda yang tidak dapat dibebani hipotik;
1.      benda bergerak;
2.      benda dari orang yang belum dewasa;
3.      benda-benda dari orang yang berbeda di bawah pengampuan; dan
4.      benda dari orang-orang yang tak hadir selama penguasaan atas benda-bendanya hanya dapat diberikan untuk sementara waktu.

Dasar dari ketentuan bahwa kapal laut yang berukuran paling sedikit 20 m3 isi kotor ke atas dapat dihipotikkan ialah Pasal 314 ayat 1 dan Pasal 314 ayat 3 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Di dalam Pasal 314 ayat 1 KUHD ditentukan bahwa: “Kapal-kapal Indonesia yang ukurannya paling sedikit dua puluh meter kubik isi kotor dapat didaftarkan di suatu daftar kapal sesuai dengan peraturan-peraturan yang akan diberikan dengan ordonasi tersendiri.”
Pasal 314 ayat 3 KUHD mengatakan bahwa: “Atas kapal-kapal yang terdaftar dalam daftar kapal, kappa-kapal yang sedang dibuat dan bagian-bagian dalam kapal-kapal yang demikian itu, dapat diadakan hipotik.”

Asas-Asas Hipotik
Dalam buku Hukum Perdata: Hak Jaminan Atas Tanah karangan Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, menjelaskan mengenai asas-asas hukum yang penting dibuat dalam hipotik ialah:
1.      Asas Publiciteit, asas yang mengharuskan bahwa hipotik itu harus didaftarkan di dalam register umum, supaya dapat diketahui oleh pihak ketiga/ umum. Mendaftarkannya ialah ke Seksi Pendaftaran Tanah. Yang didaftarkan ialah akte dari Hipotik itu.
2.      Asas Specialiteit, yaitu asas yang menghendaki bahwa hipotik hanya dapat diadakan atas benda-benda yang ditunjuk secara khusus. Benda-benda tak bergerak yang mana terikat sebagai tanggungan.
Misalnya: Benda-benda yang dihipotikkan itu berwujud apa, di mana letaknya, berapa luasnya/besarnya, perbatasannya.
Asas tak dapat dibagi-bagi (Ondeelbaarheid), ini berarti bahwa hipotik itu membebani seluruh objek/benda yang dihipotikkan dalam keseluruhannya atas setiap benda dan atas setiap bagian dari benda-benda bergerak. Dengan dibayarnya sebagian dari hutang tidak mengurangi/meniadakan sebagai dari benda yang menjadi tanggunganJanji

Janji (Bedingen) dalam Hipotik
Di dalam perjanjian Hipotik lazim diadakan janji-janji yang bermaksud melindungi kepentingan Creditur supaya tidak dirugikan. Janji-janji demikian harus tegas-tegas dicantumkan dalam akte Hipotik, yaitu:
1.      Janji untuk menjual atas kekuasaan sendiri, pasal 1178 KUH Perdata.
2.      Janji tentang sewa, pasal 1185 KUH Perdata.
3.      Janji untuk tidak dibersihkan, pasal 1210 KUH Perdata.
4.      Janji tentang Asuransi, pasal 297 KUHD

Hapusnya Hipotik
Di samping menurut cara-cara yang telah ditentukan dalam Undang-Undang, hapusnya Hipotik karena hapusya hak atas tanah yang bersangkutan berdasar Surat Menteri Dalam Negeri tanggal 27 Oktober 1970 no. BA 10/241/10 dimungkinkan. Dengan hapusnya hipotik karena hapusnya hak atas tanah yang bersangkutan yang hapus hanya perjanjian hipotiknya, tidak menghapuskan perutangan yang pokok.




REFERENSI  :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar