Rabu, 25 Mei 2016

HUKUM DAGANG



 I.            HUKUM PERJANJIAN

Peranan hukum yang kuat sangat dibutuhkan oleh suatu Negara untuk mewujudkan situasi Negara yang kondunsif dan berkomitmen.Indonesia merupakan salah satu Negara hukum dimana setiap tata cara pelaksanaan kehidupan didalamnya berlandaskan hukum.Mulai dari yang berbentuk tertulis maupun yang berbentuk abstrak.Dan dimana hukum tersebut dijalankan oleh pemerintah dan rakyatnya.
Apa Itu Hukum Perjanjian?
               Salah satu bentuk hukum yang berperan nyata dan penting bagi kehidupan masyarakat adalah Hukum Perjanjian.Hukum perjanjian merupakan hukum yang terbentuk akibat adanya suatu pihak yang mengikatkan dirinya kepada pihak lain.Atau dapat juga dikatan hukum perjanjian adalah suatu hukum yang terbentuk akibat seseorang yang berjanji kepada orang lain untuk melakukan sesuatu hal.Dalam hal ini,kedua belah pihak telah menyetujui untuk melakukan suatu perjanjia  tanpa adanya paksaan maupun keputusan yang hanya bersifat sebelah pihak.
Kenapa Diciptakan Hukum Perjanjian?
               Dapatkah anda membayangkan resiko apa yang akan terjadi pada transaksi pinjam meminjam apabila tidak ada perjanjian yang jelas?Salah satu kemungkinan yang akan terjadi adalah salah satu pihak akan mangkir dari tanggung jawab untuk membayar kewajibannya.Inilah salah satu penyebab mengapa dikeluarkannya hukum perjanjian.Hukum perjanjian dikeluarkan dengan tujuan agar semua proses kerjasama yang terjadi dapat berjalan dengan lancar dan untuk mengurangin resiko terjadinya penipuan atau hal apapun yang beresiko merugikan salah satu pihak.Peranan hukum disini adalah sebagai pengatur atau sebagai penunduk para pelaku hukum agar tetap bertindak sesuai peraturan yang telah ditentukan,dan tentunya peraturan yang dimaksud adalah peraturan yang berlandaskan UUD.contohnya Pasal 13 ayat 20 KUH Perdata mengenai syarat-syarat sahnya perjanjian.
Untuk Siapa Hukum Perjanjian Di Tujukan?Dan Kapan Terjadinya?
               Hukum perjanjian dilakukan oleh dua pihak yang saling bekerjasama.Ketika merka sepakat untuk melakukan kerja dengan disertai beberapa syarat(perjanjian) maka pada saat itu sudah terjadi hukum perjanjian.Sebagai contoh dan untuk memudahkan dalam penalaran,misalnya pada pasar uang hukum perjanjian dilakukan oleh kedua belah pihak,yaitu investor dan emiten.Dikeluarkannya hukum perjanjian adalah untuk melindungi investor dari berbagai resiko yang mungkin akan terjadi.Hukum perjanjian tidak hanya menyangkut masalah ekonomi.Hukum perjanjian juga mengatur berbagai kerjasama yang menyangkut dua pihak yang terkait.Misalnya hubungan antar Negara(bilateral maupun multilateral),pengalihan kekuasaan,mengatur harta warisan,perjanjian kontrak kerja,perjanjian perdamaian. Di Indonesia,tidak semua perjanjian yang isinya merupakan kesepakan murni antara dua belah pihak.Tetapi ada juga beberapa perjanjian yang didalamnya terdapat campur tangan pemerintah.
Bagaimana Proses Terjadinya Hukum Perjanjian?
               Hukum perjanjian merupakan suatu yang terbentuk dengan mempertimbangkan berbagai  aspek yang akan terkait didalamnya.Berikut akan dijelaskan proses terjadinya atau bagaimana terjadinya hukum perjanjian.Berikut ini akan dijelaskan bagaimana proses terbentuknya hukum perjanjian.
Hukum perjanjian terbentuk dengan beberapa asas-asas perjanjian.
1.      Asas Itikad Baik
         Dalam konteks ini,yang dimaksud dengan itikad baik adalah hukum perjanjian tersebut dibentuk dengan suatu tujuan dapat memberikan manfaat bagi kedua belah pihak.Yang diharapkan disini adalah kedua belah pihak memberikan seluruh kemampuan,usaha dan prestasi mereka sesuai dengan yang tertera di dalam surat perjanjia.
2.      Asas Konsensualitas
Dalam konteks ini,maksdunya adalah perjanjian tersebut sudah dinyatakan sah oleh kedua belah pihak dan bukan merupakan suatu perjanjian yang bersifat formalitas belaka.
3.      Perjanjian Berlaku sebagai Undang-undang
Dalam konteks ini,maksudnya adalah perjanjian yang telah dibuat dan sudah disahkan dianggap sebagai acuan yang mengikat kedua belah pihak untuk bertindak sesuai isi perjanjian.
4.      Asas Kepribadian
Dalam konteks ini,maksudnya adalah perjanjian tersebut dibuat hanya mengaitkan kedua belah pihak saja dan tidak ada pihak ketiga yang dirugikan akibat perjanjian tersebut.
5.      Kebebasan Berkontrak Menyangkut:
·         Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian
·         Kebebasan untuk memilih dengan siapa akan melakukan perjanjian
·         Kebebasan untuk menetukan obyek perjanjian
·         Kebebasan untuk menentukan bentuk perjanjian
            Apabila azas-azas diatas telah terpenuhi,maka hukum perjanjian dapan dapat dilaksanakan dengan membuat surat perjanjian yang melampirkan identitas kedua belah pihak dan obyek perjanjian,dan tidak lupa dilengkapi dengan materai .Apabila obyek perjanjian menyangkut masalah seperti warisan atau jual beli tanah,maka pengesahannya dilakukan dengan melibatkan notaries.
Ada syarat- syarat tertentu sebagai isi perjanjian, seperti disebutkan di bawah ini:
1.      syarat ada persetuuan kehendak
2.      syarat kecakapan pihak- pihak
3.      ada hal tertentu
4.      ada kausa yang halal

II.            STANDAR KONTRAK

Pengertian Standar Kontrak
perjanjian yang isinya telah ditetapkan terlebih dahulu secara tertulis berupa formulir-formulir yang digandakan dalam jumlah tidak terbatas, untuk ditawarkan kepada para konsumen tanpa memperhatikan perbedaan kondisi para konsumen (Johannes Gunawan)
perjanjian yang isinya dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir (Mariam Badrulzaman). Perjanjian baku adalah perjanjian yang dipakai sebagai patokan atau pedoman bagi siapapun yang menutup perjanjian dengannya tanpa kecuali, dan disusun terlebih dahulu secara sepihak serta dibangun oleh syarat-syarat standar, ditawarkan pada pihak lain untuk disetujui dengan hampir tidak ada kebebasan bagi pihak yang diberi penawaran untuk melakukan negosiasi atas apa yang ditawarkan, sedangkan hal yang dibakukan, biasanya meliputi model, rumusan, dan ukuran.

Menurut Mariam Darus, standar kontrak terbagi dua yaitu umum dan khusus.
1.      Kontrak standar umum artinya kontrak yang isinya telah disiapkan lebih dahulu oleh kreditur dan disodorkan kepada debitur.
2.      Kontrak standar khusus, artinya kontrak standar yang ditetapkan pemerintah baik adanya dan berlakunya untuk para pihak ditetapkan sepihak oleh pemerintah.
Berdasar ketentuan hukum yang berlaku pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, suatu perjanjian dinyatakan sah apabila telah memenuhi 4 syarat komulatif yang terdapat dalam pasal tersebut, yaitu :
1.      Adanya kesepakatan para pihak untuk mengikatkan diri
Bahwa semua pihak menyetujui/sepakat mengenai materi yang diperjanjikan, dalam hal ini tidak terdapat unsur paksaan, intimidasi ataupun penipuan.
2.      Kecakapan para pihak untuk membuat perjanjian
Kata kecakapan yang dimaksud dalam hal ini adalah bahwa para pihak telah dinyatakan dewasa oleh hukum, (ukuran dewasa sesuai ketentuan KUHPerdata adalah telah berusia 21 tahun; sudah atau pernah menikah), tidak gila, tidak dibawah pengawasan karena perilaku yang tidak stabil dan bukan orang-orang yang dalam undang-undang dilarang membuat suatu perjanjian tertentu.
3.      Ada suatu hal tertentu
Bahwa obyek yang diperjanjikan dapat ditentukan dan dapat dilaksanakan oleh para pihak.
4.      Adanya suatu sebab yang halal
Suatu sebab dikatakan halal apabila sesuai dengan ketentuan pasal 1337 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yaitu :
·         tidak bertentangan dengan ketertiban umum
·         tidak bertentangan dengan kesusilaan
·         tidak bertentangan dengan undang-undang

III.            MACAM-MACAM PERJANJIAN

1.      Perjanjian Cuma Cuma (pasal 1314 KUHPERdata)
suatu persetujuan dengan cuma cuma adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada pihak yang lain, tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri. Perjanjian dengan cuma cuma adalah perjanjian yang memberikan keuntungan bagi salah satu pihak saja. Misal: Hibah
2.      Perjanjian atas beban
Perjanjian atas beban adalh perjanjian dimana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lain dan antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum. Jadi, dua pihak dalam memberikan prestasi tidak imbang. Contoh: Perjanjian pinjam pakai —-> debitur mempunyai beban untuk mengembalikan barang, sedangkan kreditur tidak. Perjanjian cuma cuma dan atas beban penekanan perbedaannya ada di PRESTASI.
3.      Perjanjian Timbal balik
Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak. Hak dan Kewajiban harus imbang. Misal: Perjanjian Jual Beli.
4.      Perjanjian Sepihak
Hanya ada satu hak saja dan hanya ada satu kewajiban saja. cntoh: Hibah. Perjanjian Timbal Balik dan Sepihak penekanan perbedaannya ada di hak dan kewajiban.
5.      Perjanjian Konsesual
Perjanjian Konsesual adalah perjanjian di mana diantara kedua belah pihak telah tercapai persesuaian kehendak untuk mengadakan perikatan. Menurut KUPDT, perjanjian ini sudah mempunyai kekuatan mengikat.( Pasal 1338)
6.      Perjanjian RIIL
perjanjian yang hanya berlaku  sesudah terjadi penyerahan barang. Misal: Perjanjian penitipan barang, PErjanjian pinjam pakai.
7.      Perjanjian Formil
Perjanjian yang harus memakai akta nota riil. contoh: jual beli tanah.
8.      Perjanjian bernama dan tidak bernama
Perjanjian bernama (nomina) adalah perjanjian yang sudah diatur dan diberi nama di dalam KUHPDT. Perjanjian tidak bernama (innomina) adalah perjanjian yang tidak diatur dalam KUHPDT, namun perjanjian berkembang dalam masyarakat. Contoh: Perjanjian kerja sama, Perjanjian pemasaran, Perjanjian pengelolaan.
9.      Perjanjian Obligatoir.
Perjanjian obligatoir adalah perjanjian dimana pihak pihak sepakat, mengikatkan diri untuk melakukan penyerahan suatu benda kepada pihak lain. Perjanjian obligatoir hanya melahirkan hak dan kewajiban saja, pelaksanaannya nanti.
10.  Perjanjian Liberatoir
Perjanjian Liberatoir adalah perjanjian di mana para pihak membebaskan diri dari kewajiban yang ada. Misal Pembebasan Utang

IV.            SYARAT SAHNYA PERJANJIAN

Menurut Pasal 1320 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, sahnya perjanjian harus memenuhi empat syarat yaitu :
1.      Sepakat untuk mengikatkan diri Sepakat maksudnya adalah bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju untuk seia sekata mengenai segala sesuatu yang diperjanjikan. Kata sepakat ini harus diberikan secara bebas, artinya tidak ada pengaruh dipihak ketiga dan tidak ada gangguan.
2.      Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian berarti mempunyai wewenang untuk membuat perjanjian atau mngadakan hubungan hukum. Pada asasnya setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum.
3.      Suatu hal tertentu Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian. Syarat ini diperlukan untuk dapat menentukan kewajiban debitur jika terjadi perselisihan. Pasal 1338 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu perjanjian harus mempunyai sebagai suatu pokok yang paling sedikit ditetapkan jenisnya.
4.      Sebab yang halal Sebab ialah tujuan antara dua belah pihak yang mempunyai maksud untuk mencapainya. Menurut Pasal 1337 KUHPerdata, sebab yang tidak halal ialah jika ia dilarang oleh Undang Undang, bertentangan dengan tata susila atau ketertiban. Menurut Pasal 1335 KUHPerdata, perjanjian tanpa sebab yang palsu atau dilarang tidak mempunyai kekuatan atau batal demi hukum.
Dua syarat yang pertama yaitu kesepakatan dan kecakapan yang disebut syarat- syarat subyektif. Sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat objektif, karena mengenai perjanjian itu sendiri atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan.
Saat Lahirnya Perjanjian
Menetapkan kapan saat lahirnya perjanjian mempunyai arti penting bagi :
a)      kesempatan penarikan kembali penawaran
b)      penentuan resiko
c)      saat mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa
d)     menentukan tempat terjadinya perjanjian.

Berdasarkan Pasal 1320 jo 1338 ayat (1) BW/KUHPerdata dikenal adanya asas konsensual, yang dimaksud adalah bahwa perjanjian/kontrak lahir pada saat terjadinya konsensus/sepakat dari para pihak pembuat kontrak terhadap obyek yang diperjanjikan.
Pada umumnya perjanjian yang diatur dalam BW bersifat konsensual. Sedang yang dimaksud konsensus/sepakat adalah pertemuan kehendak atau persesuaian kehendak antara pihak didalam kontrak. Seseorang dikatakan memberikan persetujuannya/kesepakatannya, jika memang menghendaki apa yang disepakati.
Mariam Darus Badrulzaman melukiskan pengertian sepakat sebagai pernyataan kehendak yang disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antar pihak-pihak. Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte). Pernyataan pihak yang menerima penawaran dinamakan akseptasi (acceptatie). Jadi pertemuan kehendak dari pihak yang menawarkan dan kehendak dari pihak yang akeptasi itulah yang disebut sepakat dan itu yang menimbulkan/melahirkan kontrak/perjanjian.

Ada beberapa teori yang bisa digunakan untuk menentukan saat lahirnya kontrak yaitu:
a.       Teori Pernyataan (Uitings Theorie)
Menurut teori ini, kontrak telah ada/lahir pada saat atas suatu penawaran telah ditulis surat jawaban penerimaan. Dengan kata lain kontrak itu ada pada saat pihak lain menyatakan penerimaan/akseptasinya.
b.      Teori Pengiriman (Verzending Theori)
Menurut teori ini saat pengiriman jawaban akseptasi adalah saat lahirnya kontrak. Tanggal cap pos dapat dipakai sebagai patokan tanggal lahirnya kontrak.
c.       Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat jawaban akseptasi diketahui isinya oleh pihak yang menawarkan.
d.      Teori penerimaan (Ontvangtheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat diterimanya jawaban, tak peduli apakahsurattersebut dibuka atau dibiarkan tidak dibuka. Yang pokok adalah saatsurattersebut sampai pada alamat si penerimasuratitulah yang dipakai sebagai patokan saat lahirnya kontrak.

Pelaksanaan Perjanjian Itikad baik dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata merupakan ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian, artinya pelaksanaan perjanjian harus mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Salah satunya untuk memperoleh hak milik ialah jual beli. Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya. Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Perjanjian yang telah dibuat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh diatur atau dibatalkan secara sepihak saja.

V.            PEMBATALAN DAN PELAKSANAAN PERJANJIAN

Pembatalan Perjanjian Suatu perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang membuat perjanjian ataupun batal demi hokum. Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu pihak biasanya terjadi karena :
1.      Adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu yang ditentukan atau tidak dapat diperbaiki.
2.      Pihak pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan atau secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya.
3.      Terkait resolusi atau perintah pengadilan
4.      Terlibat hokum
5.      Tidak lagi memiliki lisensi, kecakapan, atau wewenang dalam melaksanakan perjanjian

Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang. Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik yaitu keinginan subyek hukum untuk berbuat sesuatu, kemudian mereka mengadakan negosiasi dengan pihak lain, dan sudah barang tentu keinginan itu sesuatu yang baik. Itikad baik yang sudah mendapat kesepakatan terdapat dalam isi perjanjian untuk ditaati oleh kedua belah pihak sebagai suatu peraturan bersama. Isi perjanjian ini disebut prestasi yang berupa penyerahan suatu barang, melakukan suatu perbuatan, dan tidak melakukan suatu perbuatan.

Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi 4 syarat:
1.      Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri.
2.      Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
3.      Suatu pokok persoalan tertentu.
4.      Suatu sebab yang tidak terlarang.

Dua syarat pertama disebut juga dengan syarat subyektif, sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut syarat obyektif. Dalam hal tidak terpenuhinya unsur pertama (kesepakatan) dan unsur kedua (kecakapan) maka kontrak tersebut dapat dibatalkan. Sedangkan apabila tidak terpenuhinya unsur ketiga (suatu hal tertentu) dan unsur keempat (suatu sebab yang halal) maka kontrak tersebut adalah batal demi hukum.
Suatu persetujuan tidak hanya mengikat apa yang dengan tegas ditentukan di dalamnya melainkan juga segala sesuatu yang menurut sifatnya persetujuan dituntut berdasarkan keadilan, kebiasaan atau undang-undang. Syarat-syarat yang selalu diperjanjikan menurut kebiasaan, harus dianggap telah termasuk dalam suatu persetujuan, walaupun tidak dengan tegas dimasukkan di dalamnya.
Menurut ajaran yang lazim dianut sekarang, perjanjian harus dianggap lahir pada saat pihak yang melakukan penawaran (offerte) menerima jawaban yang termaktub dalam surat tersebut, sebab detik itulah yang dapat dianggap sebagai detik lahirnya kesepakatan. Walaupun kemudian mungkin yang bersangkutan tidak membuka surat itu, adalah menjadi tanggungannya sendiri. Sepantasnyalah yang bersangkutan membaca surat-surat yang diterimanya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, karena perjanjian sudah lahir. Perjanjian yang sudah lahir tidak dapat ditarik kembali tanpa izin pihak lawan. Saat atau detik lahirnya perjanjian adalah penting untuk diketahui dan ditetapkan, berhubung adakalanya terjadi suatu perubahan undang-undang atau peraturan yang mempengaruhi nasib perjanjian tersebut, misalnya dalam pelaksanaannya atau masalah beralihnya suatu risiko dalam suatu peijanjian jual beli.
Perjanjian harus ada kata sepakat kedua belah pihak karena perjanjian merupakan perbuatan hukum bersegi dua atau jamak. Perjanjian adalah perbuatan-perbuatan yang untuk terjadinya disyaratkan adanya kata sepakat antara dua orang atau lebih, jadi merupakan persetujuan. Keharusan adanya kata sepakat dalam hukum perjanjian ini dikenal dengan asas konsensualisme. asas ini adalah pada dasarnya perjanjian dan perikatan yang timbul karenanya sudah dilahirkan sejak detik tercapainya kata sepakat.
Syarat pertama di atas menunjukkan kata sepakat, maka dengan kata-kata itu perjanjian sudah sah mengenai hal-hal yang diperjanjikan. Untuk membuktikan kata sepakat ada kalanya dibuat akte baik autentik maupun tidak, tetapi tanpa itupun sebetulnya sudah terjadi perjanjian, hanya saja perjanjian yang dibuat dengan akte autentik telah memenuhi persyaratan formil.
Subyek hukum atau pribadi yang menjadi pihak-pihak dalam perjanjian atau wali/kuasa hukumnya pada saat terjadinya perjanjian dengan kata sepakat itu dikenal dengan asas kepribadian. Dalam praktek, para pihak tersebut lebih sering disebut sebagai debitur dan kreditur. Debitur adalah yang berhutang atau yang berkewajiban mengembalikan, atau menyerahkan, atau melakukan sesuatu, atau tidak melakukan sesuatu. Sedangkan kreditur adalah pihak yang berhak menagih atau meminta kembali barang, atau menuntut sesuatu untuk dilaksanakan atau tidak dilaksanakan.
Berdasar kesepakatan pula, bahwa perjanjian itu dimungkinkan tidak hanya mengikat diri dari orang yang melakukan perjanjian saja tetapi juga mengikat orang lain atau pihak ketiga, perjanjian garansi termasuk perjanjian yang mengikat pihak ketiga .Causa dalam hukum perjanjian adalah isi dan tujuan suatu perjanjian yang menyebabkan adanya perjanjian itu. Berangkat dari causa ini maka yang harus diperhatikan adalah apa yang menjadi isi dan tujuan sehingga perjanjian tersebut dapat dinyatakan sah. Yang dimaksud dengan causa dalam hukum perjanjian adalah suatu sebab yang halal. Pada saat terjadinya kesepakatan untuk menyerahkan suatu barang, maka barang yang akan diserahkan itu harus halal, atau perbuatan yang dijanjikan untuk dilakukan itu harus halal.
 Jadi setiap perjanjian pasti mempunyai causa, dan causa tersebut haruslah halal. Jika causanya palsu maka persetujuan itu tidak mempunyai kekuatan. Isi perjanjian yang dilarang atau bertentangan dengan undang-undang atau dengan kata lain tidak halal, dapat dilacak dari peraturan perundang-undangan, yang biasanya berupa pelanggaran atau kejahatan yang merugikan pihak lain sehingga bisa dituntut baik secara perdata maupun pidana. Adapun isi perjanjian yang bertentangan dengan kesusilaan cukap sukar ditentukan, sebab hal ini berkaitan dengan kebiasaan suatu masyarakat sedangkan masing-masing kelompok masyarakat mempunyai tata tertib kesusilaan yang berbeda-beda.

Secara mendasar perjanjian dibedakan menurut sifat yaitu :
1.      Perjanjian Konsensuil
Adalah perjanjian dimana adanya kata sepakat antara para pihak saja, sudah cukup untuk timbulnya perjanjian.
2.      Perjanjian Riil
Adalah perjanjian yang baru terjadi kalau barang yang menjadi pokok perjanjian telah diserahkan.
3.      Perjanjian Formil
Adalah perjanjian di samping sepakat juga penuangan dalam suatu bentuk atau disertai formalitas tertentu.

                    VI.            WANPRESTASI

Pengertian Wanprestasi
Wanprestasi dapat diartikan sebagai tidak terlaksananya prestasi karena kesalahan debitur baik karena kesengajaan atau kelalaian.
Menurut J Satrio: “Suatu keadaan di mana debitur tidak memenuhi janjinya atau tidak memenuhi sebagaimana mestinya dan kesemuanya itu dapat dipersalahkan kepadanya”.
Yahya Harahap: “Wanprestasi sebagai pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya, sehingga menimbulkan keharusan bagi pihak debitur untuk memberikan atau membayar ganti rugi (schadevergoeding), atau dengan adanya wanprestasi oleh salah satu pihak, pihak yang lainnya dapat menuntut pembatalan perjanjian.

Bentuk-bentuk Wanprestasi :
·         Tidak melaksanakan prestasi sama sekali;
·         Melaksanakan tetapi tidak tepat waktu (terlambat);
·         Melaksanakan tetapi tidak seperti yang diperjanjikan; dan
·         Debitur melaksanakan yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.

Tata cara menyatakan debitur wanprestasi:
·         Sommatie: Peringatan tertulis dari kreditur kepada debitur secara resmi melalui Pengadilan Negeri.
·         Ingebreke Stelling: Peringatan kreditur kepada debitur tidak melalui Pengadilan Negeri.

Isi Peringatan:
·         Teguran kreditur supaya debitur segera melaksanakan prestasi;
·         Dasar teguran;
·         Tanggal paling lambat untuk memenuhi prestasi (misalnya tanggal 9 Agustus 2012).

Somasi minimal telah dilakukan sebanyak tiga kali oleh kreditor atau juru sita. Apabila somasi itu tidak diindahkannya, maka kreditor berhak membawa persoalan itu ke pengadilan. Dan pengadilanlah yang akan memutuskan, apakah debitor wanprestasi atau tidak. Somasi adalah teguran dari si berpiutang (kreditor) kepada si berutang (debitor) agar dapat memenuhi prestasi sesuai dengan isi perjanjian yang telah disepakati antara keduanya. Somasi ini diatur di dalam Pasal 1238 KUHPerdata dan Pasal 1243 KUHPerdata.
Akibat Hukum bagi Debitur yang Wanprestasi:
Akibat hukum dari debitur yang telah melakukan wanprestasi adalah hukuman atau sanksi berupa :
·         Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur (ganti rugi);
·         Pembatalan perjanjian;
·         Peralihan resiko. Benda yang dijanjikan obyek perjanjian sejak saat tidak dipenuhinya
·         kewajiban menjadi tanggung jawab dari debitur;
·         Membayar biaya perkara, kalau sampai diperkarakan di depan hakim.
Disamping debitur harus menanggung hal tesebut diatas, maka yang dapat dilakukan oleh krediturdalam menghadapi debitur yang wanprestasi ada lima kemungkinan sebagai berikut (Pasal 1276 KUHPerdata):
·         Memenuhi/melaksanakan perjanjian;
·         Memenuhi perjanjian disertai keharusan membayar ganti rugi;
·         Membayar ganti rugi;
·         Membatalkan perjanjian; dan
·         Membatalkan perjanjian disertai dengan ganti rugi.

Ganti rugi yang dapat dituntut:
Debitur wajib membayar ganti rugi, setelah dinyatakan lalai ia tetap tidak memenuhi prestasi itu”. (Pasal 1243  KUHPerdata). “Ganti rugi terdiri dari biaya, rugi, dan bunga” (Pasal 1244 s.d. 1246 KUHPerdata).
·         Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh suatu pihak.
·         Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditur yang diakibatkan oleh kelalaian si debitur.
·         Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan, yang sudah dibayarkan atau dihitung oleh kreditur.
Ganti rugi harus mempunyai hubungan langsung (hubungan kausal) dengan ingkar janji” (Pasal 1248 KUHPerdata) dan kerugian dapat diduga atau sepatutnya diduga pada saat waktu perikatan dibuat.
Ada kemungkinan bahwa ingkar janji (wanprestasi) itu terjadi bukan hanya karena kesalahan debitur (lalai atau kesengajaan), tetapi juga terjadi karena keadaan memaksa.
·         Kesengajaan adalah perbuatan yang diketahui dan dikehendaki.
·         Kelalaian adalah perbuatan yang mana si pembuatnya mengetahui akan kemungkinan terjadinya akibat yang merugikan orang lain.

Pembelaan Debitur yang dituntut membayar ganti rugi:
1.      Mengajukan tuntutan adanya keadaan memaksa. Misalnya: karena barang yang diperjanjikan musnah atau hilang, terjadi kerusuhan, bencana alam, dll.
2.      Mengajukan bahwa kreditur sendiri juga telah lalai (Execptio Non Adimreti Contractus). Misalnya: si pembeli menuduh penjual terlambat menyerahkan barangnya, tetapi ia sendiri tidak menetapi janjinya untuk menyerahkan uang muka
3.      Mengajukan bahwa kreditur telah melepaskan haknya untuk menuntut ganti rugi (Rehtsverwerking). Misalnya: si pembeli menerima barang yang tidak memuaskan kualitasnya, namun namun pembeli tidak menegor si penjual atau tidak mengembalikan barangnya.

Keadaan Memaksa (Overmacht/Force Majeur):
Tidak dirumuskan dalam UU, akan tetapi dipahami makna yang terkandung dalam pasal-pasal KUHPerdata yang mengatur tentang overmacht. Adalah: “Suatu keadaan di mana debitor tidak dapat melakukan prestasinya kepada kreditor, yang disebabkan adanya kejadian yang berada di luar kekuasaannya, seperti karena adanya gempa bumi, banjir, lahar, dan lain-lain”. Misalkan: seseorang menjanjikan akanmenjual seekor kuda (schenking) dan kuda ini sebelum diserahkan mati karena disambar petir.

Akibat keadaan memaksa:
·         Kreditur tidak dapat meminta pemenuhan prestasi;
·         Debitur tidak dapat lagi dinyatakan lalai;
·          Resiko tidak beralih kepada debitur.

Unsur-unsur Keadaan memaksa:
·         Peristiwa yang memusnahkan benda yang menjadi obyek perikatan;
·         Peristiwa yang menghalangi Debitur berprestasi;
·         Peristiwa yang tidak dapat diketahui oleh Kreditur/Debitur sewaktu dibuatnya perjanjian.

Sifat Keadaan memaksa:
Keadaan memaksa dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu :
1.      Keadaan memaksa absolut
Adalah suatu keadaan di mana debitor sama sekali tidak dapat memenuhi prestasinya kepada kreditor, oleh karena adanya gempa bumi, banjir bandang, dan adanya lahar. Contoh:si A ingin membayar utangnya pada si B, namun tiba-tiba pada saat si A ingin melakukan pembayaran utang, terjadi gempa bumi, sehingga A sama sekali tidak dapat membayar utangnya pada B.
2.      Keadaan memaksa yang relative
Adalah suatu keadaan yang menye­babkan debitor masih mungkin untuk melaksanakan prestasinya, tetapi pelaksanaan prestasi itu harus dilakukan dengan memberikan korban yang besar, yang tidak seimbang, atau menggunakan kekuatan jiwa yang di luar kemampuan manusia, atau kemungkinan tertimpa bahaya kerugian yang sangat besar. Contoh: seorang penyanyi telah mengikatkan dirinya untuk menyanyi di suatu konser, tetapi beberapa detik sebelum pertunjukan, ia menerima kabar bahwa anaknya meninggal dunia.






REFERENSI  :

https://shareshareilmu.wordpress.com/2012/02/05/wanprestasi-dalam-perjanjian/ https://nadyasm.wordpress.com/2014/05/25/tugas-softskill-hukum-perjanjian-standar-kontrak-macam-macam-perjanjian-syarat-syarat-perjanjian-saat-lahirnya-perjanjian-pembatalan-dan-pelaksanaan-perjanjian/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar