I.
PERSEROAN
TERBATAS
Pengertian Perseroan Terbatas
Perseroan
terbatas atau disingkat dengan PT adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan
perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi
dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Undang-undang dan
peraturan pelaksanaannya. Hal ini diatur oleh Undang-undang Nomor 1 th.1995. Ciri-ciri Perseroan Terbatas
1. adanya
kekayaan yang terpisah; adanya tujuan tertentu
2. adanya
organisasi yang teratur kekayaan yang terpisah adanya harta kekayaan yang
terpisah mengandung arti dalam bidang hukum perdata adalah ditujukan apabila
dikemudian hari timbul tanggung jawab hukum yang harus dipenuhi perseroan
tersebut , maka tanggung jawab harta kekayaan semata-mata pada harta kekayaan
yang ada pada perseroan itu.
Tujuan pembentukan PT
itu juga adalah untuk mengejar tujuan perseroan itu dalam pergaulan hukumnya
ditengah-tengah masyarakat. Dengan terpisahnya harta kekayaan PT sebagai badan
hukum dan harta kekayaan peribadi para pesero, yaitu :
a) kreditur
peribadi para pesero tidak mempunyai hak menuntut harta kekayaan PT.
b) para
pesero peribadi,juga alat perlengkapan PT secara peribadi tidak mempunyai hak
menagih piutang dari badan hukum terhadap pihak ketiga
c) kompensasi
antara hutang peribadi dan hutang PT tidak diperbolehkan
d) hubungan
hukum, baik perikatan maupun proses-proses yang lain antara para pesero
dan/atau alat perlengkapan PT dengan PT sebagai badan hukum , dapat saja
terjadi seperti hubungan hukum maupun perikatan antara badan hukum dengan pihak
ketiga
e) dalam
hal pailit,maka para kreditur PT tidak dapat menuntut harta kekayaan terpisah
itu. ada tiga macam modal/kekayaan yang terpisah dari suatu PT antara lain
modal dasar (stood kapitaal), modal yang ditempatkan (geplaat kapitaal), dan
modal yang disetor penuh (gestoort kapitaal).
Ketentuan
pasal 13 undang-undang nomor 1 th.1995 menurut Prof.Dr Nindyo Pramono mencatat
adanya pengakuan ada perbedaan antara PT tertutup dan PT terbuka, di Belanda
dikenal dengan nama Naamloze Venootschap (PT terbuka) dan Besloten Venootschap
(PT tertutup). Indikator PT tertutup adalah nampaknya tercantum pada pasal 25
ayat (1) UU Nomor 1 Th.1995 modal dasar adalah sebesar Rp.20.000.000,- dari
modal dasar tersebut, lalu berdasarkan pasal 26 ayat (1) pada saat pendirian
minimal harus sudah ditempatkan paling sedikit 25% berarti Rp.5.000.000,- jadi
merupakan modal yang ditempatkan.dari modal yang ditempatkan , lalu menurut
ketentuan pasal 26 ayat (2) yang harus disetorkan ke kas perseroan 50% dari
yang ditempatkan, berarti Rp.2.500.000,- merupakan modal yang disetor.
Pengakuan PT terbuka didalam peraktek dikenal dengan istilah PT “Go Public”
yang menjual sahamnya melalui mekanisme bursa pasar modal . maksud dan tujuan
pendirian perseroan terbatas. Sesuai dengan ketentuan undang-undang no.1
th.1995 pasal 12 disebutkan bahwa pemakaian nama PT harus mencerminkan tujuan
PT, yang bergerak dalam bidang usaha jual beli atau pengembangan kawasan atau
perumahan. Dengan catatan perseroan tidak boleh menggunakan nama yang telah
dipakai secara syah oleh perseroan lain atau mirip dengan nama perseroan lain,
atau bertentangan dengan ketertiban umum atau kesusilaan. mempunyai kepentingan
sendiri yakni kepentingan yang tercermin dalam hak-haknya untuk dapat menuntut
dan mempertahankan kepentingannya kepada pihak ketiga menurut ketentuan hukum.
Tujuan
PT adalah untuk memperoleh keuntungan usaha yang secara tidak langsung
merupakan keuntungan pula bagi para pemegang saham. Kepentingan PT lebih kepada
keuntungan untuk dana cadangan, sedangkan pemegang saham adalah dividen atau capital
gain. PT adalah badan hukum jadi dapat berupa subjek hukum, disamping orang
sebagai subjek hukum. Badan hukum hanya dapat bertindak melalui organnya dalam
kerangka melakukan perbuatan hukum. Peraturan melakukan tindakan hukum tertuang
dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga serta peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan
yang diambil dalam suatu rapat anggota. Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1995 dengan tegas menyatakan bahwa akta pendirian PT itu memuat anggaran
dasar dan keterangan lain,sekurang-kurangnya :
a) nama
lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal dan
kewarganegaraan pendiri
b) susunan,
nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, dan
kewarganegaraan anggota direksi dan komisaris yang pertama kali diangkat
c) nama pemegang saham yang telah mengambil bagian saham, rincian julah saham dan
nilai nominal atau nilai yang diperjanjikan dari saham yang telah ditempatkan
dan disetor pada saat pendirian.
Kapankah suatu PT dianggap sebagai
badan hukum?
Suatu
PT sebagai subjek hukum adalah semenjak anggaran dasar perseroan yang dibuat
oleh pendirinya dihadapan notaris sampai akta notarisnya dipublikasikan pada
Tambahan Berita Negara Republik Indonesia. Dengan undang-undang nomor 1 tahun
1995 dengan tegas bahwa PT itu adalah badan hukum,selengkapnya pasal 1 ayat(1) berbunyi “Perseroan
terbatas yang selanjutnya disebut perseroan adalah badan hukum yang didirikan
berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang
seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam
undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya”. Pasal 7 ayat(6) berbunyi “Perseroan memperoleh status badan hukum
setelah akta pendirian sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) disahkan oleh Menteri”.
Perseroan
Terbatas terbuka adalah penting dalam lalu lintas kegiatan ekonomi nasional
antara lain
a) memungkinkan
pengerahan dana masyarakat
b) meningkatkan
partisipasi masyarakat dalam kegiatan ekonomi dengan memperoleh laba bersama.
c) Pemerataan
kesejahteraan melalui jual beli saham dengan masyarakat
d) Meningkatkan tanggung jawab sosial PT karena
dia dibawah pengamatan dan kontrol masyarakat baik melalui pemegangan saham
ataupun mekanisme pasar modal. Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1995 menyebutkan bahwa perseroan didirikan oleh 2 orang atau lebih dengan akta
notaris dalam bahasa Indonesia, kecuali BUMN ditentukan dalam pasal 7 ayat (5).
Ketentuan ini menunjukkan bahwa paham mendirikan PT di Indonesia masih menganut
paham perjanjian (overeenkomst), bukan gesamtakt.
Setiap perusahaan wajib mendaftarkan perusahaan
sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang pendaftaran
perusahaan. Tujuan dibuatnya daftar perusahaan adalah untuk mencatat
bahan-bahan keterangan yang dibuat secara benar oleh perusahaan dan merupakan
sumber informasi resmi bagi semua pihak yang berkepentingan mengenai identitas,
data serta keterangan lainnya tentang perusahaan yang tercantum dalam daftar
perusahaan itu dalam rangka menjamin kepastian berusaha.
Perusahaan yang wajib didaftarkan dalam daftar
perusahaan adalah setiap perusahaan yang berkedudukan dan menjalankankegiatan
usahanya di wilayah Indonesia, termasuk kantor-kantor cabang, kantor-kantor
pembantu, anak perusahaan serta agen atau perwakilan perusahaan yang mempunyai
wewenang untuk mengadakan perjanjian, seperti misalnya PT,Koperasi,
Partnership,Firma dan CV dsb. Tanda daftar perusahaan berlaku untuk jangka
waktu 5 tahun, tiga bulan sebelum masa berlaku tanda daftar perusahaan maka
perusahaan itu mendaftarkan kembali di Dinas Perdagangan, dinas yang membina
dan bertanggung jawab kepada kegiatan perusahaan Ketentuan mengenai modal dasar
perseroan ini sebesar Rp.20.000.000,-dimaksudkan agar PT sebagai pelaku bisnis
benar-benar memulainya dengan kemampuan modal riil, sehingga diharapkan mampu
memberikan jaminan perlindungan hukum bagi pihak ketiga yang mengadakan
hubungan hukum dengan PT.
Untuk menjamin sehat tidaknya suatu perusahaan perlu
melakukan pengawasan terutama berkenaan dengan manajemennya, apakah perusahaan
mengalami untung atau rugi. Pasal 8 dan pasal 12 KUHD harus diukur dengan jasa
akuntan publik. Akuntan publik melakukan pemeriksaan keadaan
pembukuan,asset-asset perseroan, manajemen sumber daya manusia, dsb. Dari hasil
pemeriksaan akan mengeluarkan pendapatnya guna meluruskan sekaligus dengan
peringatan-peringatan yang dapat menjadi usaha penyempurnaan PT. Bentuk laporan
akuntan publik sesuai dengan norma pemeriksaan dapat diperkirakan terdiri dari
a)
Pernyataan Akuntan
b)
Laporan keuangan yang terdiri dari
neraca, perhitungan laba rugi beserta penjelasan untuk menghindarkan adanya
kesalahan dalam penafsiran.
c)
Memuat lampiran-lampiran yang diharuskan
antara lain :
1.
daftar piutang kepada kreditur
2.
daftar penyertaan
3.
daftar uang muka yang dibayar kepada
anak perusahaan atau pihak ketiga
4.
daftar aktiva tetap
5.
daftar utang jangka panjang
6.
daftar pengisian dan cadangan ada 4
jenis pernyataan pendapat Akuntan publik yaitu :
*
pendapat wajar tanpa syarat atau baik
tanpa pembatasan atau unqualified opinion’ berdasarkan hasil pemeriksaan yang
dilakukan berdasarkan norma-norma pemeriksaan akuntan , penyajian laporan
keuangan perusahaan adalah telah sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang
ditetapkan dengan secara konsisten dengan tahun sebelumnya dan mengandung
penjelasan yang diperlukan.
*
Pendapat wajar dengan syarat atau baik
dengan pembatasan atau qualified opinion. Akuntan menyatakan bahwa laporan
keuangan telah memperlihatkan memperlihatkan gambara secara wajar dengan
catatan atau pembatasan atau pengecualian tertentu.
*
Laporan tanpa pendapat atau penolakan
memberikan pendapat atau no opinion atau Disclaimer of opinion. Disini akuntan
tidak mendapatkan bahan-bahan pembuktian secara mencukupi untuk memberikan
pendapat mengenai kewajaran penyajian laporan keuangan secara keseluruhan.
*
Pendapat tidak wajar atau tidak setuju
atau adverse opinion. Pendapat tidak wajar diberikan dalam tiap laporan akuntan
, bilamana terdapat penyimpangan yang potensial terhadap prinsip-prinsip
akutansi yang berlaku umum baik dalam penyajian maupun penyusunan laporan
keuangan.
II.
KOPERASI
Koperasi Sebagai Badan Hukum
Kegiatan
ekonomi memerlukan hukum di dalam pelaksanaannya agar terpelihara dan
terjaminnya keteraturan dan ketertiban, sehingga tidak ada pihak yang dirugikan
dan merugikan supaya keadilan dapat terpenuhi bagi semua pihak. Seperti yang
dikemukakan oleh Kranenburg bahwa keadilan adalah keseimbangan antara hak dan
kewajiban (teori ev postulat), begitu pula yang dikatakan oleh Mochtar
Kusumaatmadja bahwa keadilan adalah suatu keadaan yang mencerminkan nilai-nilai
yang tumbuh dan berkembang bersama-sama dengan masyarakat. Pelaksanaan hukum
dan keadilan harus dapat berjalan seimbang, seperti pendapat Jeremy Bentham
yang mengatakan bahwa tujuan hukum harus berguna bagi masyarakat untuk mencapai
kebahagiaan sebesar-besarnya.
Keadilan
juga menjadi hal penting yang dikehendaki oleh founding fathers agar tercipta
kesejahteraan di Indonesia, seperti tercermin dalam sila kelima dari Pancasila,
bahwa keadilan sosial adalah bagi seluruh rakyat Indonesia, sehingga dikehendaki
adanya kemakmuran yang merata di antara seluruh rakyat, dan di dalam Pembukaan
UUD 1945 antara lain dinyatakan bahwa, salah satu tujuan negara Republik
Indonesia adalah untuk memajukan kesejahteraan umum. Hal ini tidak terlepas
dari pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu :
“Negara hendak mewujudkan keadilan
sosial bagi seluruh rakyat”, sebagaimana dijabarkan lebih lanjut dalam Pasal
23, 27, 33, dan 34 UUD 1945.
Arti
keadilan sosial di atas mengandung dua makna yaitu sebagai berikut prinsip
pembagian pendapatan yang adil dan prinsip demokrasi ekonomi. Pasal 33 Ayat (4)
UUD 1945 mencantumkan demokrasi ekonomi sebagai cita-cita sosial, sehingga di
dalam pelaksanaan perekonomian nasional harus didasarkan pada demokrasi ekonomi
bahwa siapapun dapat melakukan kegiatan ekonomi. Terwujudnya demokrasi ekonomi
dijalankan atas suatu asas yaitu asas kekeluargaan yang termuat dalam Pasal 33
Ayat (1) UUD 1945. Penjelasan Pasal 33 Ayat (1) UUD 1945 mengatakan bahwa
bangun perusahaan yang sesuai dengan asas kekeluargaan adalah koperasi.
Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 menyatakan koperasi sebagai
bagian penting dalam upaya mewujudkan daya saing bangsa dan untuk meningkatkan
pendapatan kelompok masyarakat berpendapatan rendah. Di samping itu, menurut
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014 mencantumkan bahwa
pemberdayaan koperasi di Indonesia merupakan salah satu upaya strategis dalam
meningkatkan taraf hidup sebagian besar rakyat Indonesia.
Pengaturan
tentang koperasi terdapat dalam Undang-undang Nomor 25 tahun 1992 Tentang
Perkoperasian (selanjutnya disebut UU Perkoperasian), dan pada tanggal 30 Oktober 2012 telah
diundangkan undang-undang perkoperasian yang baru Nomor 17 tahun 2012 Tentang
Perkoperasian. Undang-undang Nomor 17
tahun 2012 lebih rinci mengatur mengenai kegiatan perkoperasian, seperti adanya
aturan lebih lengkap tentang perubahan anggaran dasar, kewajiban pengurus,
modal penyertaan, dan praktek investasi pada koperasi. Menurut Pasal 1 butir 1,
UU Perkoperasian definisi koperasi adalah:
“Badan usaha yang beranggotakan
orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya
berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang
berdasar atas asas kekeluargaan”.
UU
Perkoperasian merupakan peraturan yang lebih khusus yang dapat mengesampingkan
peraturan yang lebih umum tentang koperasi. Apabila peraturan atau perjanjian
tersebut tidak diatur sendiri, maka berlakulah ketentuan dari KUH Perdata, hal
ini terlihat di dalam KUH Perdata Bab IX tentang perkumpulan Pasal 1660 yang
menyebutkan bahwa:
“Hak-hak serta kewajiban para
anggota perkumpulan diatur menurut peraturan atau perjanjian perkumpulan itu
sendiri, atau menurut surat pendiriannya sendiri”.
Manusia
(natuurlijk persoon) ternyata bukan satu-satunya pendukung hak dan kewajiban di
dalam pergaulan hukum, sebab masih ada lagi pendukung hak dan kewajiban yang
dinamakan badan hukum (rechtpersoon). Chidir Ali memberi definisi terhadap
badan hukum yaitu:
“Segala sesuatu yang berdasarkan
tuntutan kebutuhan masyarakat yang demikian itu oleh hukum diakui sebagai
pendukung hak dan kewajiban”.
Badan
hukum tidak dapat melakukan perbuatan-perbuatan hukum sendiri, melainkan harus
dengan perantaraan organnya yang bertindak atas nama badan hukum. Otto Von
Gierke mengemukakan suatu teori yang dinamakan teori organ, bahwa badan hukum
itu adalah suatu realitas sesungguhnya sama seperti sifat kepribadian alam manusia
dalam pergaulan hukum.
Koperasi
merupakan salah satu bentuk badan usaha berbadan hukum sebab akta pendiriannya
disahkan oleh Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, serta pengesahan
tersebut diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia sesuai dengan Pasal 9
UU Perkoperasian. Berdasarkan bentuk koperasi yang merupakan badan hukum, maka
koperasi merupakan subyek dalam hubungan hukum yang dapat menjadi pembawa hak
dan kewajiban hukum. Badan hukum tidak dapat melakukan perbuatan-perbuatan
hukum sendiri, melainkan harus dengan perantaraan manusia atas nama badan
hukum, sehingga koperasi memerlukan organ dalam kegiatannya.
Pembagian
organ koperasi yang tercantum dalam Pasal 21 UU Perkoperasian terdiri dari:
1. Rapat anggota
2. Pengurus
3. Pengawas
* Rapat
Anggota berhak meminta keterangan dan pertanggungjawaban dari pengurus dan
pengawas mengenai pengelolaan koperasi, sebab tugas utama pengurus adalah
mengelola koperasi dan usahanya, sedangkan tugas utama pengawas adalah
melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijaksanaan dan pengelolaan
koperasi. Pasal 30 Ayat (2) UU
* Perkoperasian
menguraikan bahwa pengurus mempunyai wewenang untuk :
1. mewakili
koperasi di dalam dan di luar pengadilan
2. memutuskan
penerimaan dan penolakan anggota baru serta pemberhentian anggota sesuai dengan
ketentuan dalam anggaran dasar
3. melakukan
tindakan dan upaya bagi kepentingan dan kemanfaatan koperasi sesuai dengan
tanggung jawabnya dan keputusan Rapat Anggota.
Ketentuan
Pasal 16 UU Perkoperasian menyebutkan bahwa jenis koperasi didasarkan pada
kesamaan kegiatan dan kepentingan ekonomi anggotanya. Berdasarkan pendekatan
menurut lapangan usaha dan atau tempat tinggal para anggotanya terdapat jenis
koperasi simpan pinjam. Koperasi dengan jenis simpan pinjam adalah koperasi
yang anggota-anggotanya terdiri dari orang-orang yang mempunyai kepentingan
langsung dalam soal-soal perkreditan atau simpan pinjam.
Koperasi
terdiri atas dua bentuk seperti yang termuat dalam Pasal 6 UU Perkoperasian,
yaitu koperasi primer dan koperasi sekunder. Koperasi primer, baru dapat
didirikan apabila ada minimal 20 (dua puluh) orang yang secara bersama-sama
mempunyai tujuan untuk mendirikan suatu koperasi, sehingga hubungan antara berbagai
perangkat dalam badan usaha koperasi tersebut menimbulkan suatu hubungan hukum
yang akan terus terjadi selama ada interaksi internal maupun eksternal.
Pengaturan mengenai hubungan hukum tersebut, diawali oleh Kitab Undang-undang
Hukum Perdata (KUH Perdata) yaitu dalam buku II tentang perikatan. Pasal 1234
KUH Perdata menyebutkan bahwa :
“Tiap-tiap perikatan adalah untuk
memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu”.
Adapun
memberikan sesuatu, berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu dinamakan
prestasi. Perikatan yang dilakukan oleh para anggota koperasi tersebut
dituangkan ke dalam anggaran dasar koperasi sebagai dasar formal bagi
persetujuan atau kesepakatan para anggota untuk bekerja sama yang merupakan
fondasi bagi koperasi. Persetujuan tersebut sah apabila syarat dalam Pasal 1320
KUH Perdata telah terpenuhi, yaitu :
1. Sepakat
mereka yang mengikatkan dirinya
2. Kecakapan
untuk membuat suatu perikatan
3. Suatu
hal tertentu
4. Suatu
sebab yang halal
Persetujuan
yang telah dibuat tersebut sah berlaku menjadi undang-undang bagi para anggota
dan semua unsur koperasi yang telah membuatnya, dan tidak dapat ditarik kembali
kecuali dengan sepakat oleh kedua belah pihak, serta harus didasarkan pada
itikad baik, sesuai dengan Pasal 1338 KUH Perdata. Persetujuan di dalam sebuah
anggaran dasar membuat hak dan kewajiban masing-masing organ koperasi jelas
serta sebagai tata tertib ke dalam koperasi yang mengikat semua organ koperasi.
Pengelolaan
kegiatan koperasi oleh pengurus dalam praktek tidak selalu sesuai dengan tugas
yang diamanatkan oleh undang-undang, sebab mungkin saja terjadi suatu
kelalaian. Kelalaian yang dilakukan oleh pengurus koperasi dapat menyebabkan
adanya wanprestasi. Ketentuan tentang wanprestasi terdapat dalam Pasal 1238 KUH
Perdata, yang menyebutkan bahwa:
“Si berutang adalah Ialai, apabila
ia dengan surat perintah atau dengan akta sejenis itu telah dinyatakan lalai,
atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ini menetapkan bahwa si berutang
harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”.
Apabila
yang seharusnya memenuhi suatu prestasi itu lalai dalam kewajibannya untuk
menyerahkan sesuatu, maka sejak saat itu risiko berpindah kepadanya.
Wanprestasi dalam ilmu hukum dapat berupa empat macam yaitu :
1. Sama
sekali tidak memenuhi prestasi
2. Tidak
tunai memenuhi prestasi
3. Terlambat
memenuhi prestasi
4. Keliru
memenuhi prestasi
Kelalaian
oleh pengurus koperasi dapat berpengaruh kepada anggotanya, sebagai pemilik
sekaligus pengguna jasa koperasi. Berdasarkan Pasal 1243 KUH Perdata anggota
koperasi dapat meminta penggantian biaya, rugi dan bunga apabila tetap
dilalaikannya suatu prestasi padahal sebelumnya telah diberikan surat
peringatan kepada pengurus.
Apabila
dalam hal pengurus meninggal dunia, terdapat dua instrumen hukum pengalihan
utang pengurus kepada ahli warisnya, yaitu dengan hukum waris adat dan hukum
waris islam, sebab sistem hukum nasional Indonesia beragam. Hukum waris islam
adalah hukum yang mengatur segala sesuatu yang berkenaan dengan peralihan hak
dan atau kewajiban atas harta kekayaan seseorang setelah ia meninggal dunia
kepada ahli warisnya. Hukum islam bersumber dari wahyu Ilahi yang
pelaksanaannya tidak dapat dipisahkan dari iman seseorang. Menurut Prof.
Soepomo pengertian dari hukum waris adat sebagai berikut :
“Hukum adat waris memuat
peraturan-peraturan yang mengatur proses meneruskan serta mengoperkan
barang-barang harta benda dan barang-barang yang tidak terwujud benda dari
suatu angkatan manusia kepada turunannya”.
Sistem
kewarisan adat tergantung pada bentuk susunan masyarakat tertentu dimana sistem
kewarisan itu berlaku, sebab sistem tersebut dapat ditemukan juga dalam
berbagai bentuk susunan masyarakat ataupun dalam satu bentuk susunan masyarakat
dapat pula dijumpai lebih dari satu sistem kewarisan. Hal penting dalam masalah
waris adat ada tiga unsur yaitu:
1. Seorang
peninggal warisan yang pada wafatnya meninggalkan harta kekayaan
2. Seorang
atau beberapa orang ahli waris yang berhak menerima kekayaan yang ditinggalkan
itu
3. Harta
warisan atau harta peninggalan yaitu
kekayaan “in concreto” yang ditinggalkan dan sekali beralih kepada para ahli
waris itu.
III.
YAYASAN
Pertumbuhan
Badan Hukum Yayasan cukup pesat dalam masyarakat Indonesia. Keberadaan yayasan
pada dasarnya merupakan pemenuhan kebutuhan bagi masyarakat yang menginginkan
adanya wadah atau lembaga yang bersifat dan bertujuan sosial, keagamaan dan
kemanusiaan. Dengan adanya yayasan, maka segala keinginan sosial, keagamaan dan
kemanusiaan itu dapat diwujudkan di dalam suatu lembaga yang telah diakui dan
diterima keberadaannya. Bahkan ada pendapat mengatakan bahwa yayasan merupakan
nirlaba, artinya tujuannya bukan mencari keuntungan, melainkan melaksanakan
sesuatu yang bersifat amal.
Namun
tidak semua yayasan yang ada dalam masyarakat itu didaftarkan untuk
menjadikannya suatu badan hukum menurut peraturan yang berlaku. Di Indonesia
kegiatan sosial kemanusiaan yang dilakukan yayasan diperkirakan muncul dari
kesadaran masyarakat kalangan mampu yang memisahkan kekayaannya untuk membantu
masyarakat yang mengalami kesusahan. Adapun alasan mereka memilih mendirikan
yayasan karena jika dibandingkan dengan bentuk badan hukum lain yang hanya
terkonsentrasi pada bidang ekonomi dan usaha, yayasan dinilai lebih memilih
ruang gerak untuk menyelenggarakan kegiatan
sosial seperti pendidikan, kesehatan serta keagamaan yang pada umumnya
belum ditangani oleh badan-badan hukum lain.
Pendirian
suatu yayasan di Indonesia, sebelum adanya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2004 tentang Yayasan hanyalah berdasarkan kebiasaan yang hidup dalam masyarakat dan yurisprudensi Mahkamah
Agung. Proses pendirian yayasan yang mudah mendorong orang untuk mendirikan
yayasan dalam menjalankan kegiatan mereka. Oleh karenanya yayasan berkembang di
masyarakat tanpa ada aturan yang jelas,
banyak yayasan disalahgunakan dan menyimpang dari tujuan semula yaitu bidang
sosial kemanusiaan. Sedangkan status hukumnya sebagai badan hukum masih sering
dipertanyakan oleh banyak pihak, karena keberadaan yayasan sebagai subyek hukum
belum mempunyai kekuatan hukum yang tegas dan kuat.
Pada
waktu itu ada kecendrungan masyarakat memilih bentuk yayasan antara lain karena
alasan proses pendirian sederhana, tanpa
pengesahan dari pemerintah, adanya persepsi dari masyarakat bahwa yayasan bukan
merupakan subyek hukum.
Dalam
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia tanggal 27 Juni 1973 Nomor
124K/Sip/1973 telah berpendapat bahwa yayasan adalah badan hukum. Akan tetapi
bagaimana tata cara yang harus dipenuhi oleh pengelola yayasan untuk memperoleh
status badan hukum tersebut masih juga belum secara jelas diatur dalam
peraturan perUndang-Undangan, keberadaan lembaga yayasan hanya didasarkan pada
kebiasaan, doktrin dan yurisprudensi Mahkamah Agung. Hal ini menunjukkan
walaupun tidak disebutkan secara tegas, yayasan di Indonesia telah diakui pula sebagai badan hukum.
Untuk diakui sebagai badan hukum
yayasan harus memenuhi :
a) Syarat
materiil yang terdiri dari, harus ada pemisahan harta kekayaan, adanya tujuan
tertentu dan mempunyai organisasi.
b) Syarat
formil yaitu didirikan dengan akta autentik.
Umumnya
yayasan selalu didirikan dengan akta notaris sebagai syarat bagi terbentuknya
suatu yayasan. Namun ada juga yayasan yang didirikan oleh badan-badan
pemerintah dilakukan atau dengan suatu
Surat Keputusan dari pihak yang berwenang untuk itu atau dengan akta notaris.
Didalam akta notaris yang dibuat tersebut dimuat ketentuan tentang pemisahan
harta kekayaan oleh pendiri yayasan, yang kemudian tidak boleh lagi
dikuasai oleh pendiri. Akta notaris itu
tidak didaftarkan di Pengadilan Negeri dan tidak pula diumumkan dalam berita
negara. Para pengurus yayasan tidak diwajibkan untuk mendaftarkan dan
mengumumkan akta pendiriannya, juga tidak disyaratkan pengesahan aktanya
Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia.
Selama
ini beberapa peraturan PerUndang-Undangan yang berlaku hanya menyebutkan
mengenai yayasan tanpa menjelaskan atau mengatur tentang pengertian yayasan,
seperti yang terdapat dalam Pasal 365, Pasal 899, Pasal 900 dan Pasal 1680
KUHPerdata. Didalam pasal-pasal ini sama
sekali tidak memberikan pengertian tentang yayasan.
Agar
pengertian yayasan tidak menyimpang maka pemerintah mengeluarkan Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan.
Pengertian yayasan pada Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 menyatakan bahwa :
“Yayasan adalah suatu badan
hukum yang terdiri atas kekayaan yang
dipisahkan untuk mencapai tujuan tertentu dibidang sosial, keagamaan, dan
kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota”.
Setelah
keluarnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2004 tentang Yayasan, maka penentuan status badan hukum yayasan harus mengikuti
ketentuan yang ada didalam Undang-Undang
tersebut. Dalam Undang-Undang tersebut menyatakan bahwa yayasan
memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian memperoleh pengesahan dari
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Dengan
ketentuan tersebut dapat diketahui yayasan menjadi badan hukum karena
Undang-Undang atau berdasarkan Undang-Undang bukan berdasarkan sistem terbuka
yaitu berdasarkan pada kebiasaan, dokrin
dan yurisprudensi. Modal awalnya berupa
kekayaan pendiri yang dipisahkan dari kekayaan pribadinya yang lain. Memiliki
tujuan tertentu yang merupakan konkretisasi nilai-nilai keagamaan, sosial dan
kemanusiaan, tidak memiliki anggota.
Yayasan
sebagai suatu badan hukum, memiliki hak dan kewajiban yang independen, yang
terpisah dari hak dan kewajiban orang atau badan yang mendirikan yayasan,
maupun para Pengurus serta organ yayasan lainnya. Yayasan merupakan suatu badan
yang melakukan berbagai kegiatan yang bersifat sosial dan mempunyai tujuan adil.
Dengan
diberlakukannya Undang-Undang Yayasan, status badan hukum yang jelas pada
sebuah yayasan diperoleh setelah ada akta pendirian yayasan, dan syarat-syarat pendiriannya adalah
sebagai berikut :
a) Didirikan
oleh satu orang atau lebih;
b) Ada
kekayaan yang dipisahkan dari kekayaan pendirinya;
c) Dilakukan
dengan akta notaris dan dibuat dalam Bahasa Indonesia;
d) Harus
memperoleh pengesahan dari Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia;
e) Diumumkan
dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia;
f) Tidak
boleh memakai nama yang telah dipakai secara sah oleh yayasan lain atau
bertentangan dengan ketertiban umum dan
atau kesusilaan;
g) Nama
yayasan harus didahului dengan kata “Yayasan”.
Ketentuan
tersebut dimaksudkan agar penataan administrasi pengesahan suatu yayasan
sebagai badan hukum dapat dilakukan dengan baik guna mencegah berdirinya
yayasan tanpa melalui prosedur yang ditentukan dalam Undang-Undang ini.
Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan isinya selain bersifat mengatur, juga
bersifat memaksa. Undang-Undang ini bukan hanya berlaku terhadap yayasan yang
didirikan setelah Undang-Undang Yayasan tersebut berlaku, melainkan berlaku
pula terhadap yayasan yang ada sebelum Undang-Undang Yayasan tersebut ada.
Pada
prinsipnya, terkait status badan hukum,
yayasan yang telah ada sebelum
berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2004 tentang Yayasan, berdasarkan pada yurisprudensi dan doktrin, tetap diakui
menjadi badan hukum apabila memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang
Yayasan.
Berdasarkan
ketentuan peralihan Pasal 71 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004, sejak berlakunya undang undang tersebut akan
muncul dua pengakuan yang berbeda terhadap yayasan. Ada yayasan yang diakui
sebagai badan hukum, sementara di sisi lain ada juga yayasan yang tidak diakui
sebagai badan hukum. Pengakuan tersebut menimbulkan konsekwensi yuridis bagi
Yayasan yang telah ada sebelum berlakunya Undang-Undang Yayasan tersebut.
Yayasan
yang telah ada sebelum berlakunya Undang-Undang Yayasan tersebut, dan
telah didaftarkan di Pengadilan Negeri
tetap diakui sebagai badan hukum. Hal ini merupakan hak yang telah diperoleh
yayasan sebelumnya, oleh karena itu sesuai dengan prinsip hukum yang belaku,
hak tersebut tidak dapat hilang begitu saja.
Pendaftaran
yang telah dilakukan oleh Yayasan sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2004 pada Pasal 71 Ayat (1)
tentang Yayasan hanya terbatas pada Yayasan yang :
a) Telah
didaftarkan di Pengadilan Negeri dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara
Republik Indonesia.
b) Telah
didaftarkan di Pengadilan Negeri dan Mempunyai izin melakukan kegiatan dari
instansi terkait.
Dengan
pendaftaran tersebut yayasan tetap
diakui sebagai badan hukum. Pengakuan sebagai badan hukum bukan berlangsung
secara otomatis, namun terlebih dahulu yayasan harus memenuhi semua persyaratan yang diwajibkan untuk dilakukan menurut Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2004. Persyaratanya adalah yayasan wajib menyesuaikan anggaran dasarnya
dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2004 tentang Yayasan dengan ketentuan bahwa paling lambat 3 (tiga) tahun
sejak mulai berlakunya Undang-Undang ini telah melakukan penyesuaian (6 Oktober
2008).
Sementara
itu, yayasan yang belum pernah terdaftar di Pengadilan Negeri dapat memperoleh status badan hukum dengan
cara menyesuaikan anggaran dasarnya dan wajib mengajukan permohonan kepada
Menteri dalam jangka waktu paling lambat 1 ( satu ) tahun sejak Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan tersebut berlaku . Bila dalam batas waktu tersebut
pendiri yayasan lalai menyesuaikan anggaran dasarnya dengan Undang-Undang
Yayasan tersebut, maka yayasan tidak dapat diakui sebagai yayasan dan
permohonan pengesahannya ditolak oleh Menteri Hukum Dan Hak Azazi Manusia.
Yayasan
itu juga wajib memberitahukan kepada Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia
setelah pelaksanaan penyesuaian anggaran dasarnya. Sangsi yang diberikan kepada
yayasan yang tidak menyesuaikan
anggaran dasarnya adalah yayasan dapat
dibubarkan berdasarkan putusan pengadilan atas permohonan kejaksaan atau pihak
yang berkepentingan.
Sejarah PerUndang-Undangan Tentang
Yayasan
Sebelum
lahirnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, kedudukan Yayasan
sebagai Badan Hukum (rechtspersoon) sudah diakui dan diberlakukan sebagai badan
hukum, namun status yayasan sebagai
Badan Hukum dipandang masih lemah, karena tunduk pada aturan-aturan yang bersumber dari kebiasaan
dalam masyarakat atau yurisprudensi.
Pada
saat itu masyarakat mendirikan yayasan dengan maksud untuk berlindung dibalik status
Badan Hukum Yayasan, yang tidak hanya digunakan sebagai wadah mengembangkan
kegiatan sosial, keagamaan, kemanusiaan, melainkan juga adakalanya bertujuan
untuk memperkaya diri para Pendiri, Pengurus, dan Pengawas. Pada hal peranan
yayasan di sektor sosial, pendididkan dan agama sangat menonjol, tetapi tidak
ada satu Undang – Undang pun yang mengatur secara khusus tentang yayasan.
Yayasan,
dalam bahasa Belanda disebut Stichting,
dalam KUHPerdata yang berlaku di Indonesia tidak terdapat pengaturannya. Istilah
yayasan dapat dijumpai dalam beberapa ketentuan KUHPerdata antara lain dalam
Pasal 365, Pasal 899, Pasal 900 dan Pasal 1680.
Dengan
ketidakpastian hukum ini yayasan
sering digunakan untuk menampung
kekayaan para pendiri atau pihak lain, bahkan yayasan dijadikan tempat untuk
memperkaya para pengelola yayasan. Yayasan tidak lagi bersifat nirlaba, namun
yayasan digunakan untuk usaha – usaha bisnis dan komersial dengan segala aspek
manifestasinya.
Dengan
ketiadaan peraturan yang jelas ini, maka semakin berkembang dan bertumbuhanlah
yayasan-yayasan di Indonesia dengan cepat, pertumbuhan ini tidak diimbangi
dengan pertumbuhan Undang-Undang yang mengatur bagi yayasan itu sendiri,
sehingga masing-masing pihak yang berkepentingan menafsirkan pengertian yayasan
secara sendiri-sendiri sesuai dengan kebutuhan dan tujuan mereka.
Dalam
rangka menjamin kepastian dan ketertiban hukum agar yayasan berfungsi sesuai dengan maksud dan tujuannya
berdasarkan prinsip keterbukaan dan akuntabilitas kepada masyarakat, maka pada
tanggal 6 Agustus 2001 disahkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang
Yayasan yang mulai berlaku 1 (satu) tahun kemudian terhitung sejak tanggal
diundangkan yaitu tanggal 6 Agustus
2002. Kemudian pada tanggal 6 Oktober 2004 melalui Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 disahkannya Undang -undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang perubahan Undang -undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan. Cepatnya
perubahan atas Undang -undang yang mengatur tentang Yayasan ini menunjukkan
bahwa masalah yayasan tidak sederhana dan badan hukum ini memang diperlukan
oleh masyarakat.
Undang
-undang Nomor 28 Tahun 2004 ini tidak mengganti Undang-Undang Nomor 16 Tahun
2001. Perubahan ini hanya sekedar mengubah sebagian Pasal-pasal dari
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001. Jadi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tidak
mengubah seluruh Pasal yang ada didalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001.
Undang-Undang
ini dimaksudkan untuk memberikan pemahaman yang benar kepada masyarakat
mengenai yayasan, menjamin kepastian dan ketertiban hukum serta mengembalikan
fungsi yayasan sebagai pranata hukum dalam rangka mencapai tujuan tertentu di
bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan berdasarkan prinsip keterbukaaan dan
akuntabilitas.. Undang-Undang ini menegaskan bahwa yayasan adalah suatu badan
hukum yang mempunyai maksud dan tujuan
bersifat sosial, keagamaan dan kemanusiaan, didirikan dengan memperhatikan
persyaratan formal yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan diharapkan akan
menjadi dasar hukum yang kuat dalam mengatur kehidupan yayasan.
Tata Cara Pendirian Yayasan
Sebelum
berlakunya Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2004, belum ada keseragaman tentang cara mendirikan yayasan. Pendirian yayasan
hanya didasarkan pada kebiasaan dalam masyarakat, kerena belum ada peraturan
Undang-Undang yang mengatur tentang cara mendirikan yayasan.
Di
dalam hukum perdata, pembentukan yayasan terjadi dengan surat pengakuan (akta)
diantara para pendirinya, atau dengan surat hibah/wasiat yang dibuat dihadapan
notaris. Dalam surat-surat itu ditentukan maksud dan tujuan, nama, susunan dan
badan pengurus, juga adanya kekayaan yang mewujudkan yayasan tersebut.
Sehingga
Pendirian suatu yayasan di dalam hukum perdata disyaratkan dalam dua aspek
yaitu:
1) Aspek
material:
* Harus
ada suatu pemisahan kekayaan
* Suatu
tujuan yang jelas
* Ada
organisasi (nama,susunan dan badan pengurus)
2) Aspek formal, pendirian yayasan dengan akta
otentik
Pada
saat sebelum Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2004 tentang Yayasan berlaku, umumnya yayasan didirikan selalu dengan akta
notaris, baik yayasan yang didirikan oleh pihak swasta atau oleh pemerintah.
Yayasan yang didirikan oleh badan-badan pemerintah dilakukan dengan suatu surat
keputusan dari pejabat yang berwenang untuk itu atau dengan akta notaris
sebagai syarat terbentuknya suatu yayasan. Namun para pengurus dari yayasan
tersebut tidak diwajibkan untuk mendaftarkan dan mengumumkan akta pendiriannya,
juga pengesahan yayasan sebagai badan hukum ke Menteri Kehakiman pada saat itu.
Ketiadaan aturan ini menimbulkan ketidak seragaman di dalam pendirian yayasan.
Hal
inilah yang menyebabkan masih banyaknya
yayasan yang belum didaftarkan sebagai badan hukum karena tidak ada aturan
hukum yang memaksa pada saat sebelum Undang-Undang Yayasan ada di Indonesia.
Setelah
berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2004 tentang Yayasan, maka suatu yayasan dapat didirikan dengan tata cara yang
telah ditetapkan oleh Undang-Undang.
Ada tiga proses yang perlu
diperhatikan dalam pendirian yayasan yaitu :
a) Proses
Pendirian Yayasan
b) Proses
Pengesahan Akta Yayasan
c) Proses
Pengumuman Yayasan Sebagai Badan Hukum
Tujuan dan Kegiatan Yayasan
Yayasan
adalah kumpulan dari sejumlah orang yang terorganisasi dan dilihat dari segi
kegiatannya, lebih tampak sebagai lembaga sosial. Dari sejak awal, sebuah
yayasan didirikan bukan untuk tujuan komersial atau untuk mencari keuntungan,
akan tetapi tujuannya tidak lebih dari membantu atau meningkatkan kesejahteraan hidup orang lain.
Keberadaan
yayasan merupakan suatu kebutuhan bagi masyarakat, yang menginginkan adanya wadah
atau lembaga yang bersifat dan bertujuan sosial, keagamaan dan kemanusiaan.
Dengan adanya yayasan, maka segala keinginan sosial, keagamaan, dan
kemanusiaan, itu diwujudkan di dalam suatu lembaga yang diakui dan diterima
keberadaannya.
Keberadaan
Yayasan sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan, menimbulkan berbagai kontroversi sebab
yayasan yang pada dasarnya bertujuan untuk
kepentingan masyarakat, seringkali justru dijadikan wadah melakukan
perbuatan melanggar hukum. Yayasan yang demikian, umumnya telah menyimpang dari
maksud dan tujuan yang telah ditetapkan dalam Anggaran Dasarnya. Usaha yang
semula difokuskan pada usaha yang bersifat sosial dan kemanusiaan itu
dibelokkan arahnya sehingga kepentingan individulah yang diprioritaskan. Selain
itu, beberapa yayasan melakukan usaha layaknya badan usaha yang bertujuan
mengejar keuntungan. Dengan mengejar keuntungan, Yayasan itu umumnya tidak
segan untuk melakukan tindakan melawan hukum dan bertentangan dengan
kepentingan umum.
Dengan
bergesernya fungsi yayasan menjadi suatu badan usaha mengakibatkan tujuan
aslinya menjadi kabur, salah arah, dan hampir-hampir tidak terkendali. Tampak
disini yayasan digunakan untuk menjalankan usaha bisnis dan komersial dengan
segala aspek manifestasinya.
Dengan
ketiadaan peraturan yang jelas ini, maka semakin berkembang dan bertumbuhanlah
yayasan-yayasan di Indonesia dengan cepat, pertumbuhan mana tidak diimbangi
dengan pertumbuhan peraturan dan pranata yang memadai bagi yayasan itu sendiri,
sehingga masing-masing pihak yang berkepentingan menafsirkan pengertian yayasan
secara sendiri-sendiri sesuai dengan kebutuhan dan tujuan mereka.
Dalam
rangka menjamin kepastian dan ketertiban
hukum agar yayasan berfungsi sesuai dengan maksud dan tujuannya berdasarkan
prinsip keterbukaan dan akutabilitas kepada masyarakat, maka pada tanggal 6
Agustus 2001 disahkan Undang-Undang Yayasan Nomor 16 Tahun 2001 yang mulai
berlaku sejak tanggal 6 Agustus 2002 dan diubah dengan Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2004, yang diundangkan pada tanggal 6 Oktober 2004 dan berlaku sejak
tanggal 6 Oktober 2005.
Pengundangan
Undang-Undang Yayasan ini dimaksudkan
untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum, serta memberikan pemahaman yang
benar kepada masyarakat mengenai yayasan, sehingga dapat mengembalikan fungsi
yayasan sebagai pranata hukum dalam rangka mencapai tujuan tertentu dibidang
sosial, keagamaan dan kemanusiaan.
Tujuan
dari Undang-Undang ini, memberikan pemisahan antara peran yayasan dan peran
suatu badan usaha yang didirikan, dalam hal ini yayasan sebagai pemegang saham
dalam suatu badan usaha tersebut karena adanya penyertaan modal maksimal 25%
dari kekayaan yayasan, agar tidak terjadi benturan kepentingan dan tumpang
tindih kepentingan, terlebih bila terjadi masalah yang timbul jika ada larangan
terhadap organ yayasan.
Pasal
1 angka (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2004 tentang Yayasan jelas menegaskan bahwa Yayasan harus bertujuan sosial,
keagamaan, dan kemanusiaan. Pada pasal 3, Pasal 7 dan Pasal 8 Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2001 memperkenankan
yayasan untuk melakukan kegiatan usaha
ataupun mendirikan suatu badan usaha. Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 tahun 2001
menyebutkan :
“Yayasan dapat melakukan kegiatan
usaha untuk menunjang pencapaian maksud dan tujuannya dengan cara mendirikan
badan usaha dan atau ikut serta dalam suatu badan usaha”.
Pada
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 ketentuan pada Pasal (3) ini tidak diubah
tetapi penjelasan pasal ini mempertegas bahwa yayasan tidak dapat digunakan
sebagai wadah usaha. Dengan perkataan lain yayasan tidak dapat langsung
melakukan kegiatan usaha, tetapi harus melalui badan usaha yang didirikannya
atau melalui badan usaha lain dimana yayasan mengikut sertakan kekayaannya.
Pada
Pasal 7 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001
menyebutkan bahwa :
“Yayasan dapat mendirikan badan
usaha yang kegiatannya sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan”.
Dari
pasal diatas dapat disimpulkan bahwa
yayasan harus bertujuan sosial, keagamaan dan kemanusiaan, dimana yayasan boleh
melakukan kegiatan usaha asalkan laba yang diperoleh dari hasil usaha tersebut
dipergunakan dan diperuntukkan untuk
tujuan sosial, keagamaan dan kemanusiaan. Usaha yang memperoleh laba ini
diperlukan agar yayasan tidak tergantung selamanya pada bantuan dan sumbangan
pihak lain. Pasal 8 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 200 jo Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2004 menyebutkan bahwa:
“Kegiatan usaha dari badan usaha
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) harus sesuai dengan maksud dan
tujuan yayasan serta tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan,
dan/atau peraturan perUndang-Undangan yang berlaku”.
Dalam
penjelasan Pasal 8 (delapan) ini,
dijelaskan bahwa cakupan kegiatan usaha yayasan menyangkut Hak Asasi Manusia,
kesenian, olahraga, perlindungan konsumen, pendidikan, lingkungan hidup,
kesehatan, dan ilmu pengetahuan. Dari penjelasan itu, kita dapat menyatakan
bahwa tujuan dari sebuah yayasan adalah meningkatkan derajat hidup orang
banyak atau mensejahterakan masyarakat.
Mengentaskan kemiskinan, memajukan
kesehatan, dan memajukan pendidikan merupakan kegiatan usaha yang harus
menjadi prioritas bagi yayasan.
Semua
tujuan yayasan diharapkan berakhir pada aspek kepentingan umum/ kemanfaatan
publik sebagaimana maksud dan tujuan yayasan yang seharusnya. Sebagai
perbandingan di Inggris difinisi dari tujuan sosial, keagamaan dan kemanusiaan
ini, sering kali dikaitkan dengan pengertian
charity atau sosial Di Inggris
dalam Charitable Uses Acts of
1601 mengemukakan ada 4 klasifikasi dari
Charity yaitu :
1. mengatasi
kemiskinan (The Relief Of Poverty),
2. memajukan
pendidikan (The Advancement of Education),
3. memajukan
agama (The Advancement Of religion),
4. tujuan-tujuan
lain untuk kepentingan umum (And Other Purpose of Beneficial to The Community).
Pada
klasifikasi diatas mencakup aspek kepentingan umum atau kemanfaatan bagi publik
umumnya. Jadi, suatu sumbangan atau kegiatan bersifat charitable (sosial) dan kemanusiaan bila ia
bermanfaat untuk masyarakat pada umumnya.
Yayasan
tujuannya bersifar sosial, keagamaan dan kemanusiaan, namun Undang-Undang tidak
melarang yayasan untuk menjalankan kegiatan usaha. Namun tidak semata-mata
untuk mencari laba, seperti yayasan yang mengusahakan poliklinik atau rumah
sakit. Undang-Undang menghendaki rumah sakit atau poliklinik berbentuk yayasan,
namun jika dilihat dari kegiatan usahanya, rumah sakit atau poliklinik
ditujukan juga untuk mencari laba, namun tujuan yayasan itu bersifat sosial dan
kemanusiaan. Jadi disini rumah sakit tidak dapat dikatagorikan untuk mencari
keuntungan tetapi bertujuan untul sesuatu yang idiil atau filantropis atau amal
walaupun tidak mustahil yayasan itu mendapat keuntungan.
Yayasan
sebagai philantropis adalah suatu
kegiatan yang diminati menuju kesejahteraan masyarakat. Arti dari philantropis itu adalah kedermawanan sosial,
yang dijalankan dalam kerangka kesadaran dan kesepakatan perusahaan dalam
menjalankan tanggung jawab sosial perusahaan. Contoh lain dalam pencapaian
nilai philantropis pada yayasan adalah melalui yayasan yang dirikan oleh
perusahaan atau group perusahaan. untuk pencapaian program Corporate Social
Responcibility (CSR). Perusahaanlah yang menyediakan modal awal, dana rutin
atau dana abadi pada yayasan yang didirikannya. Yayasan ini lah yang
menjalankan program CSR perusahaan yang terdorong untuk menolong sesama dan
memperjuangkan pemerataan sosial.
Dalam
Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001, diterangkan bahwa kegiatan
usaha yayasan penting dilakukan dalam rangka tercapainya maksud dan tujuan
yayasan. Agar yayasan bisa melakukan kegiatan usaha, yayasan memerlukan wadah
atau sarana. Untuk itu, yayasan diperbolehkan mendirikan badan usaha supaya
bisa melaksanakan kegiatan usahanya,. Bahwa ketika mendirikan badan usaha,
yayasan harus mengutamakan pendirian badan usaha yang memenuhi hajat hidup
orang banyak, misalnya badan usaha yang bergerak dibidang penanganan Hak Asasi
Manusia, kesenian, olahraga, perlindungan konsumen, pendidikan, lingkungan
hidup, kesehatan dan ilmu pengetahuan dapat kita lihat bahwa disini
bidang-bidang usaha tersebut selalu berorientasi pada kepentingan publik. Di
samping itu, dalam mendirikan badan usaha tersebut organ yayasan perlu
mempertimbangkan beberapa hal berikut yaitu: badan usaha tersebut tidak boleh
bertentangan dengan kepentingan umum, badan usaha tidak melanggar kesusilaan,
badan usaha itu tidak melanggar aturan dan ketentuan yang berlaku pada Pasal 8
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001.
Kesimpulan
* Pendirian
suatu yayasan di Indonesia, sebelum adanya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2004 tentang Yayasan hanyalah berdasarkan kebiasaan yang hidup dalam masyarakat dan yurisprudensi Mahkamah
Agung. Proses pendirian yayasan yang mudah mendorong orang untuk mendirikan
yayasan dalam menjalankan kegiatan mereka. Oleh karenanya yayasan berkembang di
masyarakat tanpa ada aturan yang jelas,
banyak yayasan disalahgunakan dan menyimpang dari tujuan semula yaitu bidang
sosial kemanusiaan. Sedangkan status hukumnya sebagai badan hukum masih sering
dipertanyakan oleh banyak pihak, karena keberadaan yayasan sebagai subyek hukum
belum mempunyai kekuatan hukum yang tegas dan kuat.
* Di
dalam hukum perdata, pembentukan yayasan terjadi dengan surat pengakuan (akta)
diantara para pendirinya, atau dengan surat hibah/wasiat yang dibuat dihadapan
notaris. Dalam surat-surat itu ditentukan maksud dan tujuan, nama, susunan dan
badan pengurus, juga adanya kekayaan yang mewujudkan yayasan tersebut.
* Yayasan
adalah kumpulan dari sejumlah orang yang terorganisasi dan dilihat dari segi
kegiatannya, lebih tampak sebagai lembaga sosial. Dari sejak awal, sebuah
yayasan didirikan bukan untuk tujuan komersial atau untuk mencari keuntungan,
akan tetapi tujuannya tidak lebih dari membantu atau meningkatkan kesejahteraan hidup orang lain.
* Yayasan
tujuannya bersifar sosial, keagamaan dan kemanusiaan,namun Undang-Undang tidak
melarang yayasan untuk menjalankan kegiatan usaha.
IV.
BADAN
USAHA MILIK NEGARA
Pengertian BUMN
BUMN
atau Badan Usaha Milik Negara merupakan badan yang dimiliki oleh negara.
Pengertian Badan Usaha Milik Negara Secara umum (BUMN) adalah badan usaha yang
seluruhnya atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan
secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan (Berdasarkan
UU Republik Indonesia No.19 Tahun 2003).
BUMN
merupakan salah satu pelaku ekonomi dalam sistem perekonomian nasional,
disamping badan usaha swasta (BUMS) dan koperasi. BUMN berasal dari kontribusi
dalam perekonomian indonesia yang berperan menghasilkan berbagai barang dan
jasa guna mewujudkan kesejahteraan rakyat. BUMN terdapat dalam berbagai sektor
seperti sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, keuangan, manufaktur,
transportasi, pertambangan, listrik, telekomunikasi dan perdagangan serta
kontruksi.
Fungsi Badan Usaha Milik Negara
* Sebagai
penyedia barang ekonomis dan jasa yang tidak disedikan oleh swasta
* Merupakan
alat pemerintah dalam menata kebijakan perekonomian
* Sebagai
pengelola dari cabang-cabang produksi sumber daya alam untuk masyarakat banyak
* Sebagai
penyedia layanan dalam kebutuhan masyarakat
* Sebagai
penghasil barang dan jasa demi pemenuhan orang banyak
* Sebagai
pelopor terhadap sektor-sektor usaha yang belum diminati oleh pihak swasta,
* Pembuka
lapangan kerja
* Penghasil
devisa negara
* Pembantu
dalam pengembangan usaha kecil koperasi,
* Pendorong
dalam aktivitas masyarakat terhadap diberbagai lapangan usaha.
Bentuk-Bentuk BUMN
BUMN
memiliki berbagai macam atau jenis bentuk-bentuk yang berdasarkan Undang-Undang
Republik Indonesia No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN, Badan Usaha Milik Negara
terdiri dari dua bentuk, yaitu badan usaha perseroan (persero) dan badan usaha
umum (perum). Penjelasan kedua bentuk BUMN adalah sebagai berikut :
a)
Badan
Usaha Perseroan (Persero)
Badan usaha perseroan (persero) adalah
BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang
seluruh atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh
Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.
Maksud dan Tujuan Badan Usaha Perseroan (Persero)
* Menyediakan
barang dan jasa yang bermutu tinggi dan berdaya sang kuat
* Mengejar
keuntungan guna meningkatkan nilai badan usaha.
Contoh - Contoh Badan Usaha
Perseroan (Persero)
* PT
Pertamina,
* PT
Kimia Farma Tbk
* PT
Kereta Api Indonesia
* PT
Bank BNI Tbk
* PT
Jamsostek
* PT
Garuda Indonesia
* PT
Perubahan Pembangunan
* PT
Telekomunikasi Indonesia
* PT Tambang Timah
Ciri-Ciri
Badan Usaha Perseroan (Persero)
* Dalam
pendirian persero diusulkan oleh menteri kepada presiden
* Pelaksanaan
pendirian yang dilakukan oleh menteri berdasarkan Perundang - undangan
* Modal
berbentuk saham
* Status
perseroan terbatas diatur berdasarkan perundang-undangan
* Sebagian
atau keseluruhan modal merupakan milik negara dari kekayaan negara yang
dipisahkan
* Tidak
mendapatkan fasilitas dari negara
* Pegawai
persero berstatus pegawai negeri
* Pemimpin
berupa direksi
* Organ
persero yaitu RUPS, direksi dan komisaris
* Hubungan-hubungan
usaha diatur dalam hukum perdata
* Tujuan
utamanya adalah mendapatkan keuntungan
b)
Badan
Usaha Umum (Perum)
Badan usaha umum (perum) adalah BUMN
yang seluruh modalnya dimiliki oleh negara dan tidak terbagi atas saham. Badan
usaha umum memiliki maksud dan tujuan yang didukung menurut persetujuan menteri
adalah melakukan penyertaan modal dalam usaha yang lain.
Maksud dan Tujuan Badan Usaha Umum
(Perum)
Menyelenggarakan usaha yang bertujuan
untuk kemanfaatan umum berupa penyedia barang dan jasa berkualitas dengan harga
yang dapat dijangkau masyarakat menurut prinsip pengelolaan badan usaha yang
sehat.
Contoh-Contoh
Badan Usaha Umum (Perum)
* Perum
Damri
* Perum
Bulog
* Perum
Pegadaian
* Perum
Percetakan Uang Republik Indonesia (Peruri)
* Perum
Balai Pustaka
* Perum
Jasatirta
* Perum
Antara
* Perum
Peruri
* Perum
Perumnas
Ciri-Ciri
Badan Usaha Umum (Perum)
* Melayani
kepentingan masyarakat yang umum
* Pemimpin
berupa direksi atau direktur
* Pekerja
merupakan pegawai perusahaan dari pihak swasta
* Dapat
menghimpun dana dari pihak
* Pengelolaan
dari modal pemerintah yang terpisah dari kekayaan negara
* Menambah
keuntungan kas negara
* Modal
berupa saham atau obligasi bagi perusahaan go public
Manfaat Badan Usaha Milik Negara
(BUMN)
* Memberikan
kemudahan bagi masyarakat dalam memperoleh kebutuhan hidup berupa barang dan
jasa
* Membuka
dan memperluas lapangan pekerjaan bagi penduduk angkatan kerja
* Mencegah
monopoli pihak swasta dipasar dalam pemenuhan barang dan jasa
* Meningkatkan
kuantitas dan kualitas dalam komiditi ekspor berupa penambah devisa baik migas
maupun non migas.
* Mengisi
kas negara yang bertujuan memajukan dan mengembangkan perekonomian negara.
REFERENSI :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar