I.
HUKUM
PERJANJIAN
Peranan
hukum yang kuat sangat dibutuhkan oleh suatu Negara untuk mewujudkan situasi
Negara yang kondunsif dan berkomitmen.Indonesia merupakan salah satu Negara
hukum dimana setiap tata cara pelaksanaan kehidupan didalamnya berlandaskan
hukum.Mulai dari yang berbentuk tertulis maupun yang berbentuk abstrak.Dan
dimana hukum tersebut dijalankan oleh pemerintah dan rakyatnya.
Apa
Itu Hukum Perjanjian?
Salah
satu bentuk hukum yang berperan nyata dan penting bagi kehidupan masyarakat
adalah Hukum Perjanjian.Hukum perjanjian merupakan hukum yang terbentuk akibat
adanya suatu pihak yang mengikatkan dirinya kepada pihak lain.Atau dapat juga
dikatan hukum perjanjian adalah suatu hukum yang terbentuk akibat seseorang
yang berjanji kepada orang lain untuk melakukan sesuatu hal.Dalam hal ini,kedua
belah pihak telah menyetujui untuk melakukan suatu perjanjia tanpa adanya paksaan maupun keputusan yang
hanya bersifat sebelah pihak.
Kenapa
Diciptakan Hukum Perjanjian?
Dapatkah
anda membayangkan resiko apa yang akan terjadi pada transaksi pinjam meminjam
apabila tidak ada perjanjian yang jelas?Salah satu kemungkinan yang akan
terjadi adalah salah satu pihak akan mangkir dari tanggung jawab untuk membayar
kewajibannya.Inilah salah satu penyebab mengapa dikeluarkannya hukum
perjanjian.Hukum perjanjian dikeluarkan dengan tujuan agar semua proses
kerjasama yang terjadi dapat berjalan dengan lancar dan untuk mengurangin
resiko terjadinya penipuan atau hal apapun yang beresiko merugikan salah satu
pihak.Peranan hukum disini adalah sebagai pengatur atau sebagai penunduk para
pelaku hukum agar tetap bertindak sesuai peraturan yang telah ditentukan,dan
tentunya peraturan yang dimaksud adalah peraturan yang berlandaskan
UUD.contohnya Pasal 13 ayat 20 KUH Perdata mengenai syarat-syarat sahnya
perjanjian.
Untuk
Siapa Hukum Perjanjian Di Tujukan?Dan Kapan Terjadinya?
Hukum
perjanjian dilakukan oleh dua pihak yang saling bekerjasama.Ketika merka
sepakat untuk melakukan kerja dengan disertai beberapa syarat(perjanjian) maka
pada saat itu sudah terjadi hukum perjanjian.Sebagai contoh dan untuk
memudahkan dalam penalaran,misalnya pada pasar uang hukum perjanjian dilakukan
oleh kedua belah pihak,yaitu investor dan emiten.Dikeluarkannya hukum
perjanjian adalah untuk melindungi investor dari berbagai resiko yang mungkin
akan terjadi.Hukum perjanjian tidak hanya menyangkut masalah ekonomi.Hukum
perjanjian juga mengatur berbagai kerjasama yang menyangkut dua pihak yang
terkait.Misalnya hubungan antar Negara(bilateral maupun
multilateral),pengalihan kekuasaan,mengatur harta warisan,perjanjian kontrak
kerja,perjanjian perdamaian. Di Indonesia,tidak semua perjanjian yang isinya
merupakan kesepakan murni antara dua belah pihak.Tetapi ada juga beberapa
perjanjian yang didalamnya terdapat campur tangan pemerintah.
Bagaimana
Proses Terjadinya Hukum Perjanjian?
Hukum
perjanjian merupakan suatu yang terbentuk dengan mempertimbangkan berbagai aspek yang akan terkait didalamnya.Berikut
akan dijelaskan proses terjadinya atau bagaimana terjadinya hukum
perjanjian.Berikut ini akan dijelaskan bagaimana proses terbentuknya hukum
perjanjian.
Hukum
perjanjian terbentuk dengan beberapa asas-asas perjanjian.
1.
Asas Itikad Baik
Dalam konteks ini,yang dimaksud dengan itikad baik adalah
hukum perjanjian tersebut dibentuk dengan suatu tujuan dapat memberikan manfaat
bagi kedua belah pihak.Yang diharapkan disini adalah kedua belah pihak
memberikan seluruh kemampuan,usaha dan prestasi mereka sesuai dengan yang
tertera di dalam surat perjanjia.
2. Asas
Konsensualitas
Dalam konteks
ini,maksdunya adalah perjanjian tersebut sudah dinyatakan sah oleh kedua belah
pihak dan bukan merupakan suatu perjanjian yang bersifat formalitas belaka.
3. Perjanjian
Berlaku sebagai Undang-undang
Dalam konteks
ini,maksudnya adalah perjanjian yang telah dibuat dan sudah disahkan dianggap
sebagai acuan yang mengikat kedua belah pihak untuk bertindak sesuai isi
perjanjian.
4. Asas
Kepribadian
Dalam konteks
ini,maksudnya adalah perjanjian tersebut dibuat hanya mengaitkan kedua belah
pihak saja dan tidak ada pihak ketiga yang dirugikan akibat perjanjian
tersebut.
5. Kebebasan
Berkontrak Menyangkut:
·
Kebebasan untuk membuat atau tidak
membuat perjanjian
·
Kebebasan untuk memilih dengan siapa
akan melakukan perjanjian
·
Kebebasan untuk menetukan obyek
perjanjian
·
Kebebasan untuk menentukan bentuk
perjanjian
Apabila
azas-azas diatas telah terpenuhi,maka hukum perjanjian dapan dapat dilaksanakan
dengan membuat surat perjanjian yang melampirkan identitas kedua belah pihak
dan obyek perjanjian,dan tidak lupa dilengkapi dengan materai .Apabila obyek
perjanjian menyangkut masalah seperti warisan atau jual beli tanah,maka
pengesahannya dilakukan dengan melibatkan notaries.
Ada syarat- syarat tertentu sebagai
isi perjanjian, seperti disebutkan di bawah ini:
1. syarat
ada persetuuan kehendak
2. syarat
kecakapan pihak- pihak
3. ada
hal tertentu
4. ada
kausa yang halal
II.
STANDAR
KONTRAK
Pengertian
Standar Kontrak
perjanjian yang isinya
telah ditetapkan terlebih dahulu secara tertulis berupa formulir-formulir yang
digandakan dalam jumlah tidak terbatas, untuk ditawarkan kepada para konsumen
tanpa memperhatikan perbedaan kondisi para konsumen (Johannes Gunawan)
perjanjian yang isinya
dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir (Mariam Badrulzaman). Perjanjian
baku adalah perjanjian yang dipakai sebagai patokan atau pedoman bagi siapapun
yang menutup perjanjian dengannya tanpa kecuali, dan disusun terlebih dahulu
secara sepihak serta dibangun oleh syarat-syarat standar, ditawarkan pada pihak
lain untuk disetujui dengan hampir tidak ada kebebasan bagi pihak yang diberi
penawaran untuk melakukan negosiasi atas apa yang ditawarkan, sedangkan hal
yang dibakukan, biasanya meliputi model, rumusan, dan ukuran.
Menurut Mariam Darus, standar kontrak
terbagi dua yaitu umum dan khusus.
1. Kontrak
standar umum artinya kontrak yang isinya telah disiapkan lebih dahulu oleh
kreditur dan disodorkan kepada debitur.
2. Kontrak
standar khusus, artinya kontrak standar yang ditetapkan pemerintah baik adanya
dan berlakunya untuk para pihak ditetapkan sepihak oleh pemerintah.
Berdasar
ketentuan hukum yang berlaku pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
suatu perjanjian dinyatakan sah apabila telah memenuhi 4 syarat komulatif yang
terdapat dalam pasal tersebut, yaitu :
1. Adanya
kesepakatan para pihak untuk mengikatkan diri
Bahwa semua pihak
menyetujui/sepakat mengenai materi yang diperjanjikan, dalam hal ini tidak
terdapat unsur paksaan, intimidasi ataupun penipuan.
2. Kecakapan
para pihak untuk membuat perjanjian
Kata kecakapan yang
dimaksud dalam hal ini adalah bahwa para pihak telah dinyatakan dewasa oleh
hukum, (ukuran dewasa sesuai ketentuan KUHPerdata adalah telah berusia 21
tahun; sudah atau pernah menikah), tidak gila, tidak dibawah pengawasan karena
perilaku yang tidak stabil dan bukan orang-orang yang dalam undang-undang
dilarang membuat suatu perjanjian tertentu.
3. Ada
suatu hal tertentu
Bahwa obyek yang
diperjanjikan dapat ditentukan dan dapat dilaksanakan oleh para pihak.
4. Adanya
suatu sebab yang halal
Suatu sebab dikatakan
halal apabila sesuai dengan ketentuan pasal 1337 Kitab Undang-undang Hukum
Perdata, yaitu :
·
tidak bertentangan dengan ketertiban
umum
·
tidak bertentangan dengan kesusilaan
·
tidak bertentangan dengan undang-undang
III.
MACAM-MACAM
PERJANJIAN
1.
Perjanjian
Cuma Cuma (pasal 1314 KUHPERdata)
suatu persetujuan
dengan cuma cuma adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu
memberikan suatu keuntungan kepada pihak yang lain, tanpa menerima suatu
manfaat bagi dirinya sendiri. Perjanjian dengan cuma cuma adalah perjanjian
yang memberikan keuntungan bagi salah satu pihak saja. Misal: Hibah
2.
Perjanjian
atas beban
Perjanjian atas beban
adalh perjanjian dimana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat
kontra prestasi dari pihak lain dan antara kedua prestasi itu ada hubungannya
menurut hukum. Jadi, dua pihak dalam memberikan prestasi tidak imbang. Contoh:
Perjanjian pinjam pakai —-> debitur mempunyai beban untuk mengembalikan
barang, sedangkan kreditur tidak. Perjanjian cuma cuma dan atas beban penekanan
perbedaannya ada di PRESTASI.
3.
Perjanjian
Timbal balik
Perjanjian timbal balik
adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak. Hak
dan Kewajiban harus imbang. Misal: Perjanjian Jual Beli.
4.
Perjanjian
Sepihak
Hanya ada satu hak saja
dan hanya ada satu kewajiban saja. cntoh: Hibah. Perjanjian Timbal Balik dan
Sepihak penekanan perbedaannya ada di hak dan kewajiban.
5.
Perjanjian
Konsesual
Perjanjian Konsesual
adalah perjanjian di mana diantara kedua belah pihak telah tercapai persesuaian
kehendak untuk mengadakan perikatan. Menurut KUPDT, perjanjian ini sudah
mempunyai kekuatan mengikat.( Pasal 1338)
6.
Perjanjian
RIIL
perjanjian yang hanya
berlaku sesudah terjadi penyerahan
barang. Misal: Perjanjian penitipan barang, PErjanjian pinjam pakai.
7.
Perjanjian
Formil
Perjanjian yang harus memakai akta nota
riil. contoh: jual beli tanah.
8.
Perjanjian
bernama dan tidak bernama
Perjanjian bernama
(nomina) adalah perjanjian yang sudah diatur dan diberi nama di dalam KUHPDT. Perjanjian
tidak bernama (innomina) adalah perjanjian yang tidak diatur dalam KUHPDT,
namun perjanjian berkembang dalam masyarakat. Contoh: Perjanjian kerja sama,
Perjanjian pemasaran, Perjanjian pengelolaan.
9.
Perjanjian
Obligatoir.
Perjanjian obligatoir
adalah perjanjian dimana pihak pihak sepakat, mengikatkan diri untuk melakukan
penyerahan suatu benda kepada pihak lain. Perjanjian obligatoir hanya
melahirkan hak dan kewajiban saja, pelaksanaannya nanti.
10. Perjanjian Liberatoir
Perjanjian Liberatoir
adalah perjanjian di mana para pihak membebaskan diri dari kewajiban yang ada.
Misal Pembebasan Utang
IV.
SYARAT
SAHNYA PERJANJIAN
Menurut Pasal 1320
Kitab Undang Undang Hukum Perdata, sahnya perjanjian harus memenuhi empat
syarat yaitu :
1. Sepakat
untuk mengikatkan diri Sepakat maksudnya adalah bahwa para pihak yang
mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju untuk seia sekata mengenai
segala sesuatu yang diperjanjikan. Kata sepakat ini harus diberikan secara
bebas, artinya tidak ada pengaruh dipihak ketiga dan tidak ada gangguan.
2. Kecakapan
untuk membuat suatu perjanjian Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian berarti
mempunyai wewenang untuk membuat perjanjian atau mngadakan hubungan hukum. Pada
asasnya setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya adalah cakap
menurut hukum.
3. Suatu
hal tertentu Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian. Syarat ini
diperlukan untuk dapat menentukan kewajiban debitur jika terjadi perselisihan.
Pasal 1338 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu perjanjian harus mempunyai sebagai
suatu pokok yang paling sedikit ditetapkan jenisnya.
4. Sebab
yang halal Sebab ialah tujuan antara dua belah pihak yang mempunyai maksud
untuk mencapainya. Menurut Pasal 1337 KUHPerdata, sebab yang tidak halal ialah
jika ia dilarang oleh Undang Undang, bertentangan dengan tata susila atau
ketertiban. Menurut Pasal 1335 KUHPerdata, perjanjian tanpa sebab yang palsu
atau dilarang tidak mempunyai kekuatan atau batal demi hukum.
Dua
syarat yang pertama yaitu kesepakatan dan kecakapan yang disebut syarat- syarat
subyektif. Sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat objektif, karena
mengenai perjanjian itu sendiri atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan.
Saat Lahirnya Perjanjian
Menetapkan
kapan saat lahirnya perjanjian mempunyai arti penting bagi :
a) kesempatan
penarikan kembali penawaran
b) penentuan
resiko
c) saat
mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa
d) menentukan
tempat terjadinya perjanjian.
Berdasarkan Pasal 1320
jo 1338 ayat (1) BW/KUHPerdata dikenal adanya asas konsensual, yang dimaksud
adalah bahwa perjanjian/kontrak lahir pada saat terjadinya konsensus/sepakat
dari para pihak pembuat kontrak terhadap obyek yang diperjanjikan.
Pada umumnya perjanjian
yang diatur dalam BW bersifat konsensual. Sedang yang dimaksud
konsensus/sepakat adalah pertemuan kehendak atau persesuaian kehendak antara
pihak didalam kontrak. Seseorang dikatakan memberikan
persetujuannya/kesepakatannya, jika memang menghendaki apa yang disepakati.
Mariam Darus
Badrulzaman melukiskan pengertian sepakat sebagai pernyataan kehendak yang
disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antar pihak-pihak. Pernyataan pihak
yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte). Pernyataan pihak yang menerima
penawaran dinamakan akseptasi (acceptatie). Jadi pertemuan kehendak dari pihak
yang menawarkan dan kehendak dari pihak yang akeptasi itulah yang disebut
sepakat dan itu yang menimbulkan/melahirkan kontrak/perjanjian.
Ada
beberapa teori yang bisa digunakan untuk menentukan saat lahirnya kontrak
yaitu:
a. Teori
Pernyataan (Uitings Theorie)
Menurut teori ini,
kontrak telah ada/lahir pada saat atas suatu penawaran telah ditulis surat jawaban
penerimaan. Dengan kata lain kontrak itu ada pada saat pihak lain menyatakan
penerimaan/akseptasinya.
b. Teori
Pengiriman (Verzending Theori)
Menurut teori ini saat
pengiriman jawaban akseptasi adalah saat lahirnya kontrak. Tanggal cap pos
dapat dipakai sebagai patokan tanggal lahirnya kontrak.
c. Teori
Pengetahuan (Vernemingstheorie).
Menurut teori ini saat
lahirnya kontrak adalah pada saat jawaban akseptasi diketahui isinya oleh pihak
yang menawarkan.
d. Teori
penerimaan (Ontvangtheorie).
Menurut teori ini saat
lahirnya kontrak adalah pada saat diterimanya jawaban, tak peduli
apakahsurattersebut dibuka atau dibiarkan tidak dibuka. Yang pokok adalah
saatsurattersebut sampai pada alamat si penerimasuratitulah yang dipakai
sebagai patokan saat lahirnya kontrak.
Pelaksanaan
Perjanjian Itikad baik dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata merupakan ukuran
objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian, artinya pelaksanaan perjanjian
harus mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Salah satunya untuk
memperoleh hak milik ialah jual beli. Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan
hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian
itu mencapai tujuannya. Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan
memaksa. Perjanjian yang telah dibuat secara sah mengikat pihak-pihak,
perjanjian tersebut tidak boleh diatur atau dibatalkan secara sepihak saja.
V.
PEMBATALAN
DAN PELAKSANAAN PERJANJIAN
Pembatalan Perjanjian
Suatu perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang membuat perjanjian
ataupun batal demi hokum. Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu pihak
biasanya terjadi karena :
1. Adanya
suatu pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu
yang ditentukan atau tidak dapat diperbaiki.
2. Pihak
pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan atau
secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya.
3. Terkait
resolusi atau perintah pengadilan
4. Terlibat
hokum
5. Tidak
lagi memiliki lisensi, kecakapan, atau wewenang dalam melaksanakan perjanjian
Perikatan,
lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang. Semua persetujuan
yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain
dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan
oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik yaitu
keinginan subyek hukum untuk berbuat sesuatu, kemudian mereka mengadakan
negosiasi dengan pihak lain, dan sudah barang tentu keinginan itu sesuatu yang
baik. Itikad baik yang sudah mendapat kesepakatan terdapat dalam isi perjanjian
untuk ditaati oleh kedua belah pihak sebagai suatu peraturan bersama. Isi
perjanjian ini disebut prestasi yang berupa penyerahan suatu barang, melakukan
suatu perbuatan, dan tidak melakukan suatu perbuatan.
Supaya terjadi persetujuan yang
sah, perlu dipenuhi 4 syarat:
1. Kesepakatan
mereka yang mengikatkan diri.
2. Kecakapan
untuk membuat suatu perikatan.
3. Suatu
pokok persoalan tertentu.
4. Suatu
sebab yang tidak terlarang.
Dua
syarat pertama disebut juga dengan syarat subyektif, sedangkan syarat ketiga
dan keempat disebut syarat obyektif. Dalam hal tidak terpenuhinya unsur pertama
(kesepakatan) dan unsur kedua (kecakapan) maka kontrak tersebut dapat
dibatalkan. Sedangkan apabila tidak terpenuhinya unsur ketiga (suatu hal
tertentu) dan unsur keempat (suatu sebab yang halal) maka kontrak tersebut
adalah batal demi hukum.
Suatu
persetujuan tidak hanya mengikat apa yang dengan tegas ditentukan di dalamnya
melainkan juga segala sesuatu yang menurut sifatnya persetujuan dituntut
berdasarkan keadilan, kebiasaan atau undang-undang. Syarat-syarat yang selalu
diperjanjikan menurut kebiasaan, harus dianggap telah termasuk dalam suatu
persetujuan, walaupun tidak dengan tegas dimasukkan di dalamnya.
Menurut
ajaran yang lazim dianut sekarang, perjanjian harus dianggap lahir pada saat
pihak yang melakukan penawaran (offerte) menerima jawaban yang termaktub dalam
surat tersebut, sebab detik itulah yang dapat dianggap sebagai detik lahirnya
kesepakatan. Walaupun kemudian mungkin yang bersangkutan tidak membuka surat
itu, adalah menjadi tanggungannya sendiri. Sepantasnyalah yang bersangkutan
membaca surat-surat yang diterimanya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya,
karena perjanjian sudah lahir. Perjanjian yang sudah lahir tidak dapat ditarik
kembali tanpa izin pihak lawan. Saat atau detik lahirnya perjanjian adalah
penting untuk diketahui dan ditetapkan, berhubung adakalanya terjadi suatu
perubahan undang-undang atau peraturan yang mempengaruhi nasib perjanjian
tersebut, misalnya dalam pelaksanaannya atau masalah beralihnya suatu risiko
dalam suatu peijanjian jual beli.
Perjanjian
harus ada kata sepakat kedua belah pihak karena perjanjian merupakan perbuatan
hukum bersegi dua atau jamak. Perjanjian adalah perbuatan-perbuatan yang untuk
terjadinya disyaratkan adanya kata sepakat antara dua orang atau lebih, jadi
merupakan persetujuan. Keharusan adanya kata sepakat dalam hukum perjanjian ini
dikenal dengan asas konsensualisme. asas ini adalah pada dasarnya perjanjian
dan perikatan yang timbul karenanya sudah dilahirkan sejak detik tercapainya
kata sepakat.
Syarat
pertama di atas menunjukkan kata sepakat, maka dengan kata-kata itu perjanjian
sudah sah mengenai hal-hal yang diperjanjikan. Untuk membuktikan kata sepakat
ada kalanya dibuat akte baik autentik maupun tidak, tetapi tanpa itupun
sebetulnya sudah terjadi perjanjian, hanya saja perjanjian yang dibuat dengan
akte autentik telah memenuhi persyaratan formil.
Subyek
hukum atau pribadi yang menjadi pihak-pihak dalam perjanjian atau wali/kuasa
hukumnya pada saat terjadinya perjanjian dengan kata sepakat itu dikenal dengan
asas kepribadian. Dalam praktek, para pihak tersebut lebih sering disebut
sebagai debitur dan kreditur. Debitur adalah yang berhutang atau yang
berkewajiban mengembalikan, atau menyerahkan, atau melakukan sesuatu, atau
tidak melakukan sesuatu. Sedangkan kreditur adalah pihak yang berhak menagih
atau meminta kembali barang, atau menuntut sesuatu untuk dilaksanakan atau
tidak dilaksanakan.
Berdasar
kesepakatan pula, bahwa perjanjian itu dimungkinkan tidak hanya mengikat diri
dari orang yang melakukan perjanjian saja tetapi juga mengikat orang lain atau
pihak ketiga, perjanjian garansi termasuk perjanjian yang mengikat pihak ketiga
.Causa dalam hukum perjanjian adalah isi dan tujuan suatu perjanjian yang
menyebabkan adanya perjanjian itu. Berangkat dari causa ini maka yang harus
diperhatikan adalah apa yang menjadi isi dan tujuan sehingga perjanjian
tersebut dapat dinyatakan sah. Yang dimaksud dengan causa dalam hukum
perjanjian adalah suatu sebab yang halal. Pada saat terjadinya kesepakatan
untuk menyerahkan suatu barang, maka barang yang akan diserahkan itu harus
halal, atau perbuatan yang dijanjikan untuk dilakukan itu harus halal.
Jadi setiap perjanjian pasti mempunyai causa,
dan causa tersebut haruslah halal. Jika causanya palsu maka persetujuan itu
tidak mempunyai kekuatan. Isi perjanjian yang dilarang atau bertentangan dengan
undang-undang atau dengan kata lain tidak halal, dapat dilacak dari peraturan
perundang-undangan, yang biasanya berupa pelanggaran atau kejahatan yang
merugikan pihak lain sehingga bisa dituntut baik secara perdata maupun pidana.
Adapun isi perjanjian yang bertentangan dengan kesusilaan cukap sukar ditentukan,
sebab hal ini berkaitan dengan kebiasaan suatu masyarakat sedangkan
masing-masing kelompok masyarakat mempunyai tata tertib kesusilaan yang
berbeda-beda.
Secara mendasar perjanjian
dibedakan menurut sifat yaitu :
1. Perjanjian
Konsensuil
Adalah perjanjian
dimana adanya kata sepakat antara para pihak saja, sudah cukup untuk timbulnya
perjanjian.
2. Perjanjian
Riil
Adalah perjanjian yang
baru terjadi kalau barang yang menjadi pokok perjanjian telah diserahkan.
3. Perjanjian
Formil
Adalah perjanjian di
samping sepakat juga penuangan dalam suatu bentuk atau disertai formalitas
tertentu.
VI.
WANPRESTASI
Pengertian Wanprestasi
Wanprestasi
dapat diartikan sebagai tidak terlaksananya prestasi karena kesalahan debitur
baik karena kesengajaan atau kelalaian.
Menurut J Satrio:
“Suatu keadaan di mana debitur tidak memenuhi janjinya atau tidak memenuhi
sebagaimana mestinya dan kesemuanya itu dapat dipersalahkan kepadanya”.
Yahya Harahap:
“Wanprestasi sebagai pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau
dilakukan tidak menurut selayaknya, sehingga menimbulkan keharusan bagi pihak
debitur untuk memberikan atau membayar ganti rugi (schadevergoeding), atau
dengan adanya wanprestasi oleh salah satu pihak, pihak yang lainnya dapat
menuntut pembatalan perjanjian.
Bentuk-bentuk Wanprestasi :
·
Tidak melaksanakan prestasi sama sekali;
·
Melaksanakan tetapi tidak tepat waktu
(terlambat);
·
Melaksanakan tetapi tidak seperti yang
diperjanjikan; dan
·
Debitur melaksanakan yang menurut
perjanjian tidak boleh dilakukan.
Tata cara menyatakan debitur
wanprestasi:
·
Sommatie:
Peringatan tertulis dari kreditur kepada debitur secara resmi melalui
Pengadilan Negeri.
·
Ingebreke
Stelling: Peringatan kreditur kepada debitur tidak melalui
Pengadilan Negeri.
Isi Peringatan:
·
Teguran kreditur supaya debitur segera
melaksanakan prestasi;
·
Dasar teguran;
·
Tanggal paling lambat untuk memenuhi
prestasi (misalnya tanggal 9 Agustus 2012).
Somasi
minimal telah dilakukan sebanyak tiga kali oleh kreditor atau juru sita.
Apabila somasi itu tidak diindahkannya, maka kreditor berhak membawa persoalan
itu ke pengadilan. Dan pengadilanlah yang akan memutuskan, apakah debitor
wanprestasi atau tidak. Somasi adalah teguran dari si berpiutang (kreditor)
kepada si berutang (debitor) agar dapat memenuhi prestasi sesuai dengan isi
perjanjian yang telah disepakati antara keduanya. Somasi ini diatur di dalam
Pasal 1238 KUHPerdata dan Pasal 1243 KUHPerdata.
Akibat Hukum bagi Debitur yang
Wanprestasi:
Akibat
hukum dari debitur yang telah melakukan wanprestasi adalah hukuman atau sanksi berupa
:
·
Membayar kerugian yang diderita oleh
kreditur (ganti rugi);
·
Pembatalan perjanjian;
·
Peralihan resiko. Benda yang dijanjikan
obyek perjanjian sejak saat tidak dipenuhinya
·
kewajiban menjadi tanggung jawab dari
debitur;
·
Membayar biaya perkara, kalau sampai
diperkarakan di depan hakim.
Disamping
debitur harus menanggung hal tesebut diatas, maka yang dapat dilakukan oleh
krediturdalam menghadapi debitur yang wanprestasi ada lima kemungkinan sebagai
berikut (Pasal 1276 KUHPerdata):
·
Memenuhi/melaksanakan perjanjian;
·
Memenuhi perjanjian disertai keharusan
membayar ganti rugi;
·
Membayar ganti rugi;
·
Membatalkan perjanjian; dan
·
Membatalkan perjanjian disertai dengan
ganti rugi.
Ganti rugi yang dapat dituntut:
Debitur
wajib membayar ganti rugi, setelah dinyatakan lalai ia tetap tidak memenuhi
prestasi itu”. (Pasal 1243 KUHPerdata).
“Ganti rugi terdiri dari biaya, rugi, dan bunga” (Pasal 1244 s.d. 1246
KUHPerdata).
·
Biaya
adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan
oleh suatu pihak.
·
Rugi
adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditur yang
diakibatkan oleh kelalaian si debitur.
·
Bunga
adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan, yang sudah dibayarkan atau
dihitung oleh kreditur.
Ganti
rugi harus mempunyai hubungan langsung (hubungan kausal) dengan ingkar janji”
(Pasal 1248 KUHPerdata) dan kerugian dapat diduga atau sepatutnya diduga pada
saat waktu perikatan dibuat.
Ada
kemungkinan bahwa ingkar janji (wanprestasi) itu terjadi bukan hanya karena
kesalahan debitur (lalai atau kesengajaan), tetapi juga terjadi karena keadaan
memaksa.
·
Kesengajaan
adalah perbuatan yang diketahui dan dikehendaki.
·
Kelalaian
adalah perbuatan yang mana si pembuatnya mengetahui akan kemungkinan terjadinya
akibat yang merugikan orang lain.
Pembelaan Debitur yang dituntut
membayar ganti rugi:
1. Mengajukan
tuntutan adanya keadaan memaksa. Misalnya: karena barang yang diperjanjikan
musnah atau hilang, terjadi kerusuhan, bencana alam, dll.
2. Mengajukan
bahwa kreditur sendiri juga telah lalai (Execptio Non Adimreti Contractus).
Misalnya: si pembeli menuduh penjual terlambat menyerahkan barangnya, tetapi ia
sendiri tidak menetapi janjinya untuk menyerahkan uang muka
3. Mengajukan
bahwa kreditur telah melepaskan haknya untuk menuntut ganti rugi
(Rehtsverwerking). Misalnya: si pembeli menerima barang yang tidak memuaskan
kualitasnya, namun namun pembeli tidak menegor si penjual atau tidak
mengembalikan barangnya.
Keadaan Memaksa (Overmacht/Force
Majeur):
Tidak
dirumuskan dalam UU, akan tetapi dipahami makna yang terkandung dalam
pasal-pasal KUHPerdata yang mengatur tentang overmacht. Adalah: “Suatu keadaan
di mana debitor tidak dapat melakukan prestasinya kepada kreditor, yang
disebabkan adanya kejadian yang berada di luar kekuasaannya, seperti karena
adanya gempa bumi, banjir, lahar, dan lain-lain”. Misalkan: seseorang
menjanjikan akanmenjual seekor kuda (schenking) dan kuda ini sebelum diserahkan
mati karena disambar petir.
Akibat keadaan memaksa:
·
Kreditur tidak dapat meminta pemenuhan
prestasi;
·
Debitur tidak dapat lagi dinyatakan
lalai;
·
Resiko tidak beralih kepada debitur.
Unsur-unsur Keadaan memaksa:
·
Peristiwa yang memusnahkan benda yang
menjadi obyek perikatan;
·
Peristiwa yang menghalangi Debitur
berprestasi;
·
Peristiwa yang tidak dapat diketahui
oleh Kreditur/Debitur sewaktu dibuatnya perjanjian.
Sifat Keadaan memaksa:
Keadaan
memaksa dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu :
1. Keadaan
memaksa absolut
Adalah suatu keadaan di
mana debitor sama sekali tidak dapat memenuhi prestasinya kepada kreditor, oleh
karena adanya gempa bumi, banjir bandang, dan adanya lahar. Contoh:si A ingin
membayar utangnya pada si B, namun tiba-tiba pada saat si A ingin melakukan
pembayaran utang, terjadi gempa bumi, sehingga A sama sekali tidak dapat
membayar utangnya pada B.
2. Keadaan
memaksa yang relative
Adalah suatu keadaan yang
menyebabkan debitor masih mungkin untuk melaksanakan prestasinya, tetapi
pelaksanaan prestasi itu harus dilakukan dengan memberikan korban yang besar,
yang tidak seimbang, atau menggunakan kekuatan jiwa yang di luar kemampuan
manusia, atau kemungkinan tertimpa bahaya kerugian yang sangat besar. Contoh:
seorang penyanyi telah mengikatkan dirinya untuk menyanyi di suatu konser,
tetapi beberapa detik sebelum pertunjukan, ia menerima kabar bahwa anaknya
meninggal dunia.
REFERENSI :
https://shareshareilmu.wordpress.com/2012/02/05/wanprestasi-dalam-perjanjian/ https://nadyasm.wordpress.com/2014/05/25/tugas-softskill-hukum-perjanjian-standar-kontrak-macam-macam-perjanjian-syarat-syarat-perjanjian-saat-lahirnya-perjanjian-pembatalan-dan-pelaksanaan-perjanjian/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar